Jakarta, CNN Indonesia -- Lippo Group menunjuk Deutsche Bank untuk menggalang dana sebesar US$ 100 juta guna membangun 2.000 layar bioskop Cinemaxx di seluruh Indonesia dalam sepuluh tahun. Dalam hal ini, Rothschild ditunjuk untuk berperan sebagai penasihat keuangan bagi Grup Lippo.
Managing Director and Head of Capital Markets and Treasury Solutions untuk Indonesia di Deustche Bank Indira Citrarini menyatakan pihaknya gembira mengumumkan dan menyukseskan penawaran ini. Menurutnya hal ini adalah kesempatan unik untuk berinvestasi di kisah pertumbuhan konsumen Indonesia.
“Kami terkesan dengan
track record Lippo dalam membangun perusahaan terkait konsumen yang sukses di Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat (24/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Grup Lippo dan CEO Cinemaxx Brian Riady mengatakan pihaknya telah membuat perkembangan nyata dalam mengembangkan bisnis. Ia menyatakan pihaknya percaya sekarang adalah waktu yang tepat untuk menjajakinya.
“Kami bersemangat bekerja dengan Deutsche Bank dan Rothschild untuk mitra yang memiliki kesamaan visi,” katanya.
Sampai dengan 23 Juli 2015, Cinemaxx mengoperasikan 11 kompleks sinema terdiri dari 60 layar di 9 kota. Cinemaxx berencana membangun hingga 2.000 layar dan 300 kompleks bioskop di 85 kota di Indonesia selama sepuluh tahun ke depan.
Nantinya, PT Cinemaxx Global Pasifik juga bakal melantai di pasar saham Indonesia melalui skema IPO (Penawaran Umum Perdana) selanjutnya dalam tiga tahun ke depan. Perseroan menargetkan pendapatan sebesar US$ 500 juta pada 2020 dan US$ 1 miliar di tahun 2024.
Claire Suddens-Spiers, Direktur Rothschild menyatakan, Grup Lippo telah membangun pondasi yang kuat untuk membangun bisnis sinema nasional yang kuat dan pihaknya gembira mengerjakan proyek ini.
Dengan populasi terbesar Asia Tenggara, kelas menengah yang berkembang cepat dan populasi anak muda yang melek teknologi, industri sinema Indonesia dinilai tetap terbelakang. Pasalnya, penjualan box office tahunan baru mencapai US$ 300 juta, ditambah keberadaaan bioskop sekitar 1.000 layar.
“Industri sinema di Indonesia mempunyai potensi besar untuk berkembang dari tahap sangat awal saat ini,” ujar Vivek Couto, Executive Director, Media Partners Asia.
Menurutnya, dibandingkan dengan negara-negara lain di wilayahnya, Indonesia sangat kekurangan layar bioskop dan hanya memiliki 3,7 layar per sejuta orang dibandingkan dengan 39,9 layar di Singapura.
President of International Cinema and Content Advisory Firm, Artisan Gateway, Rance Pow menyatakan pasar sinema di seluruh Asia dan Asean berkembang pesat dan sebagian besar digerakkan oleh permintaan konsumen yang besar untuk hiburan modern.
Ia mencontohkan, China memiliki lebih dari 27.000 layar saat ini, dibandingkan sekitar 6.250 layar di 2010. Penjualan tiket nasional di China dapat mencapai US$ 6,8 miliar di 2015, dan telah membawa pemasukan yang cukup banyak untuk pemilik sinema yang memimpin di negaranya.
“Dengan basis populasi yang besar, Indonesia memiliki banyak karakteristik fundamental yang sama seperti Cina, dan memiliki potensi untuk menjadi industri film dan bioskop yang sangat besar dalam waktu dekat,” jelasnya.
(gir/gir)