Tarif Bea Masuk Barang Pendukung Industri Diminta Tidak Naik

CNN Indonesia
Selasa, 28 Jul 2015 13:28 WIB
"Jangan sampai item yang berhubungan dengan penguatan industri nasional juga kena peningkatan bea masuk," ujar pengamat ekonomi Hendri Saparini.
Hendri Saparini, Direktur Eksekutif CORE Indonesia yang juga Komisaris Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) di Jakarta, Selasa (28/7). (CNN Indonesia/Galih Gumelar)
Jakarta, CNN Indonesia -- Meningkatnya bea masuk 1.151 jenis barang yang tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132 tahun 2015 dinilai mampu melindungi industri dalam negeri. Namun, kebijakan tersebut dinilai pengamat tidak dibarengi dengan sinkronisasi kebijakan antar kementerian terkait dan bisa mengganggu masuknya barang yang dibutuhkan oleh industri nasional.

“Seharusnya strategi ini dikaitkan dengan sektor industri dan perdagangan agar kebijakannya tepat sasaran dan sesuai dengan tujuan prioritas masing-masing kementerian tersebut," kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Hendri Saparini di Jakarta, Selasa (28/7).

Namun, Komisaris Utama PT Telekomunikasi Indonesia Tbk itu menilai pemerintah sebaiknya tidak menganggap naiknya bea masuk sebagai instrumen tunggal yang efektif untuk melindungi industri dalam negeri. Hendri mengatakan, kebijakan tersebut harus disertai dengan kebijakan pelarangan impor yang selektif demi meningkatkan penyerapan hasil produksi manufaktur dalam negeri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena kami pernah berbicara dengan para pengusaha, apakah ada kebijakan selain bea masuk. Harusnya, memang ada kebijakan lain seperti pelarangan impor barang-barang tertentu demi membantu sektor industri yang pertumbuhannya paling lemah. Selain itu perlu ditentukan juga sampai kapan pelarangan itu berlaku," katanya.

Kendati demikian, ia menilai bahwa kebijakan bea masuk ini diperlukan mengingat rata-rata besaran bea masuk Indonesia lebih kecil dibanding dengan negara-negara lainnya.

"Selain karena proteksi industri, bea masuk ini diperlukan karena memang rata-rata bea masuk kita relatif lebih kecil dibanding negara lainnya. Tapi jangan sampai besarannya tidak beraturan, jangan sampai list-list item yang berhubungan dengan strategi penguatan industri nasional juga kena peningkatan bea masuk," tegasnya.

Sebagai informasi, rata-rata tarif bea masuk di Indonesia hanya sebesar 7,26 persen sebelum 24 Juli 2015, namun setelah tarif baru bea masuk berlaku, rata-rata tarif bea masuk naik menjadi 8,83 persen. Angka ini dikatakan masih lebih rendah dibandingkan dengan Korea Selatan yang memiliki tarif bea masuk hingga 13 persen, China 9,9 persen, Vietnam 9,5 persen, India 13,5 persen, serta Thailand yang mencapai 11 persen.

Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan bahwa kebijakan ini sudah sesuai dengan poin strategis milik Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan dengan tujuan peningkatan daya saing industri. Dengan demikian, ia menepis anggapan bahwa kebijakan ini semata-mata untuk meningkatkan penerimaan negara yang diprediksi meleset Rp 120 triliun akibat tidak maksimalnya kepatuhan pajak.

"Tujuan utama kita itu bukan untuk mengejar target penerimaan bea masuk, tapi untuk mendorong industri dalam negeri agar bisa bersaing. Maka dari itu, kebijakan ini sudah kami koordinasikan dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan namun eksekusinya memang lewat Menteri Keuangan," jelas Suahasil pekan lalu.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER