Jakarta, CNN Indonesia -- PT Penyelenggara Program Perlindungan Investor Efek Indonesia (P3IEI) mengusulkan nominal ganti rugi yang bisa dikantongi investor pasar modal atas kehilangan aset yang disebabkan oleh kesalahan atau pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh
intermediary sebesar Rp 100 juta. Usulan yang sudah disampaikan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut naik empat kali lipat dibandingkan nilai ganti rugi maksimal yang berlaku saat ini Rp 25 juta pada satu kustodian.
Saat ini, besaran ganti rugi tersebut diatur dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor: Kep-70/D.04/2013 yang diberikan jika
intermediary ataupun pihak-pihak di dalam
intermediary termasuk Direktur, Komisaris, pemegang saham pengendali, para karyawan atau pihak lain yang bekerja untuk
intermediary melakukan kesalahan atau pelanggaran aturan yang menyebabkan pemodal kehilangan asetnya.
“Untuk rencana penaikan sudah disampaikan ke OJK. Hopefully minimal bisa naik empat kali lipat atau sampai Rp 100 juta. Semoga bisa segera direalisasikan, paling tidak pada 10 Agustus, saat peringatan ulang tahun pasar modal Indonesia,” ujar Direktur Utama P3IEI Yoyok Isharsaya di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (28/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nantinya, untuk pembayaran ganti rugi dilakukan jika pemodal telah mengajukan permohonan ganti rugi kepada Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal (PDPP). Hal itu sesuai dengan Peraturan OJK Nomor VI.A.5 tentang Penyelenggara Dana Perlindungan Pemodal (DPP).
Yoyok mengungkapkan, hingga Juni 2015, anggota dana perlindungan pemodal tercatat sebanyak 112 anggota. Adapun aset pemodal yang dilindungi mencapai Rp 761,62 triliun dengan jumlah pemodal yang dilindungi mencapai 438.800 pemodal. Sementara, Dana Perlindungan Pemodal sudah mencapai Rp 95,81 miliar.
Berdasarkan peraturan, setidaknya ada tiga jenis pemodal yang asetnya mendapat perlindungan DPP. Pertama, pemodal yang menitipkan asetnya dan memiliki Rekening Efek pada Kustodian. Kedua, pemodal yang dibukakan Sub Rekening Efek oleh Kustodian pada Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP). Ketiga, pemodal yang memiliki nomor tunggal identitas pemodal (
single investor ID) dari LPP.
“DPP merupakan bentuk perlindungan kepada pemodal terhadap risiko kehilangan aset pemodal. DPP diperlukan agar pemodal tidak harus menanggung sendiri atas risiko kehilangan aset yang terjadi bukan karena kesalahannya,” jelas Yoyok.
Keamanan InvestasiIa menambahkan, bentuk perlindungan pemodal melalui DPP akan meningkatkan tingkat keamanan berinvestasi di pasar modal, dan juga meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada Pasar Modal Indonesia. Nantinya, setelah batasan penggantian dinaikkan, kepercayaan masyarakat diharap makin meningkat.
“Nilai batasan paling tinggi ganti rugi di Indonesia masih relatif kecil jika dibandingkan dengan batasan ganti rugi di beberapa negara di kawasan regional. Nilai batasan ganti rugi ini pun masih relatif kecil pula jika dibandingkan dengan rata-rata nilai aset nasabah per pemodal yang dititipkan pada anggota DPP yang mencapai lebih kurang Rp1,7 miliar,” jelasnya.
Lebih lanjut, DPP dibentuk dan berasal dari sumber-sumber antara lain, pertama, kontribusi dana awal dari Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Kedua, iuran keanggotaan yang nilainya ditetapkan oleh OJK, yang terdiri dari iuran keanggotaan awal dan iuran keanggotaan tahunan.
Ketiga, dana yang diperoleh Dana Perlindungan Pemodal dari Kustodian sebagai pengganti dari Pemodal sebagai pelaksanaan hak subrogasi. Keempat, hasil investasi Dana Perlindungan Pemodal dan terakhir, sumber lain yang ditetapkan oleh Bapepam dan LK.
Sebelumnya, Tito Sulistio, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia sempat mengatakan pihaknya memiliki rencana menaikkan DPP untuk tiap pemodal pada satu kustodian hingga menjadi Rp 200 juta. Namun, dalam perjalanannya, kemungkinan besar penaikan bakal bertahap, melalui angka Rp 100 juta.
"Yes, mulai kita propose dari Rp 100 juta pada tahap awal," ujar Tito saat dihubungi CNN Indonesia.