Saham Ikut Terkapar di Dasar, Bumi Fokus Pangkas Utang

CNN Indonesia
Kamis, 30 Jul 2015 09:50 WIB
Bumi Resources menjadi emiten Grup Bakrie ke enam yang harga sahamnya terkapar di dasar yaitu Rp 50 per saham.
Pengunjung melintasi pergerakan saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang terpampang dalam layar di Bursa Efek Indonesia. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.)
Jakarta, CNN Indonesia -- Manajemen PT Bumi Resources Tbk akhirnya angkat bicara terkait jebloknya harga saham perseroan ke level terendah yaitu Rp 50 per saham. Perseroan mengakui adanya permasalahan kinerja karena kondisi ekonomi dan terpuruknya harga batubara, serta menumpuknya utang.

Seperti diketahui, harga saham anak usaha Grup Bakrie tersebut mentok di level Rp 50 per saham sejak Senin (27/9). Bumi menambah daftar harga saham Grup Bakrie yang mentok menjadi enam dari 10 perusahaan grup tersebut yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Sebelumnya, kelima saham grup Bakrie yang harganya telah mentok di level terendah adalah PT Bakrie and Brothers Tbk (BNBR), PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), PT Darma Henwa Tbk (DEWA), PT Bakrieland Development Tbk (ELTY), dan PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (UNSP).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kami percaya harga saham ini mencerminkan dampak gabungan dari kondisi sektor ekonomi dan batubara yang melemah. Selain itu juga adanya utang tidak berkelanjutan yang tinggi dalam situasi saat ini,” ujar Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan Bumi Dileep Srivastava kepada CNN Indonesia, Rabu (29/7).

Dileep menyatakan manajemen Bumi telah memanfaatkan pengalaman di masa lalu untuk melakukan diversifikasi portofolio pertambangan dan berinvestasi untuk pertumbuhan di masa depan, termasuk salah satunya dalam proyek pembangkit listrik.

“Sejak 2012 kami tidak mampu memberikan dividen kepada para pemegang saham terutama karena beban bunga pinjaman yang tinggi, pengeluaran tinggi yang telah dilakukan dan adanya penghapusan utang melalui penurunan aset yang tidak bisa dihindari,” jelasnya.

Ia menjelaskan, saat ini perseroan tidak memiliki perubahan tujuan utama, yakni untuk mengurangi besaran utang antara US$ 2 miliar hingga US$ 3 miliar pada tahun. Hal itu, lanjutnya, untuk memulihkan kesehatan keuangan dan memotong biaya bunga yang sangat signifikan.

“Kami melakukan upaya terbaik untuk mencapai ini. Hal itu juga terkait proses pengadilan yang melibatkan pemegang obligasi kami. Sebenarnya sulit untuk berkomentar tapi mudah-mudahan ketika restrukturisasi ini selesai, maka arah strategis kami akan menjadi jelas kepada para investor kami. Selain itu, jika terdapat kemajuan, dalam hal kondisi sektor batubara terkait permintaan dan harga, maka hal itu bakal memperkuat rencana kami ke depan,” kata Dileep.

Secara fundamental operasional, Dileep menyatakan posisi perseroan masih kuat. Ia menyatakan Bumi telah mengurangi biaya tunai produksi, memangkas biaya operasional, menurunkan rasio pengupasan dan melakukan perbaikan sisi logistik di dua tambang batubara utama miliknya.

“Kemampuan pertambangan batubara kami adalah sebesar 100 juta ton, tetapi kami membatasi diri di level yang sama dengan 2014. Hal itu bisa kami tingkatkan ketika harga batubara dan kondisi pasar membaik,” ungkapnya.

Konversi Proyek

Selain fokus utama penyelesaian utang dan restrukturisasi, Dileep mengungkapkan perusahaan memiliki berbagai rencana untuk melakukan konversi dan diversifikasi usaha. Melalui PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), Bumi ingin mempercepat konversi ke proyek lain seperti zinc dan timah di Dairi, Sumatera. Kemudian, juga tembaga dan emas di Gorontalo, Sulawesi dan emas di Citra Palu, Sulawesi melalui proses kemitraan strategis.

“Melalui anak usaha, PT Pendopo Energi Batubara (PEB), visi strategis kami adalah untuk mendorong dan berpartisipasi dalam proyek-proyek di mulut tambang dengan mencari mitra yang kuat, di mana kami menyediakan batubara secara jangka panjang dengan mereka,” jelasnya.

Lebih lanjut, Dileep mengatakan penguatan dasar operasi batubara (logistik, biaya dan volume) ditambah dengan rencana masuk ke proyek pembangkit listrik mulut tambang besar serta mempercepat pendapatan dari proyek-proyek pembangunan logam di BRMS adalah fokus manajemen saat ini dan jangka menengah.

“Hal itu secara paralel dilakukan untuk mengejar restrukturisasi utang guna memulihkan kesehatan keuangan di Bumi,” jelasnya.

Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo mengatakan kegagalan kebanyakan perusahaan tambang batubara Indonesia adalah karena kurang bijaknya pengelolaan dana ketika harga batubara sedang menguat, seperti pada 2008.

“Salah satunya adalah Bumi, yang punya kebiasaan membeli aset dengan cara berutang. Pada akhirnya hal itu menjadi senjata makan tuan karena sejak awal manajemen kurang bijak,” ujar Satrio.

Hal itu lanjutnya, membuat investor menjadi tidak memberi apresiasi kepada saham perusahaan. Padahal Satrio menilai, investor Bumi beberapa kali telah memberikan kesempatan kepada manajemen untuk berbenah diri.

“Salah satunya pada saat Bumi melakukan right issue pada 2014 lalu. Nyatanya tetap saja tidak ada perubahan berarti,” kata Satrio.
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER