Jepang Kaji Mundur dari PLTU Batang, Pemerintah Belum Tahu

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Selasa, 04 Agu 2015 08:40 WIB
Perwakilan warga Batang mengaku mendapat dukungan dari beberapa anggota parlemen Jepang terkait penolakan pembangunan PLTU Batang.
Puluhan warga Batang bersama LSM Greenpeace Indonesia melakukan aksi teatrikal di depan Merdeka, Jakarta, Rabu 3 Juni 2015. Aksi tersebut menolak pembangunan PLTU Batang, karena proyek tersebut dapat mengancam mata pencaharian dan kesehatan warga lokal. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menyatakan belum mengetahui kemungkinan mundurnya Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dari rencana pendanaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah setelah adanya penolakan dari masyarakat setempat.

Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan dirinya belum mengetahui perihal kemungkinan mundurnya JBIC. Ia mengaku belum memperoleh informasi terkait rencana JBIC mengkaji tuntutan warga Batang dalam rencana investasi PLTU yang ditaksir senilai Rp 53 triliun tersebut.

“(Saya) Belum dengar ya,” ujar Sofyan secara singkat, saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (4/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk diketahui, perwakilan warga Batang yang tergabung dalam Paguyuban Ujungnegoro, Karanggeneng Ponowareng, dan Roban (UKPWR) kembali berkunjung ke Jepang untuk menyuarakan penolakan mereka secara langsung terhadap rencana pembangunan PLTU batubara di Batang yang akan didukung oleh perusahaan dan pemerintah Jepang.

"Kami berkunjung ke Jepang dengan tujuan utama untuk menyuarakan penolakan kami terhadap PLTU Batang secara langsung pada JBIC, J-Power, Itochu, dan Pemerintah Jepang, Kami terpaksa melakukan ini karena suara kami tidak lagi didengar oleh Pemerintah kami sendiri," kata Abdul Hakim, Perwakilan Warga Paguyuban UKPWR dalam keterangan resmi.

UKPWR menyatakan, dalam kunjungan kali ini , warga Batang kembali mendapat dukungan dari beberapa anggota parlemen Jepang, antara lain Motoyuki Odachi, Akiko Kurabayashi , dan Yukihiro Shimazu.

Abdul mengatakan tiga anggota parlemen Jepang ini menyaksikan secara langsung penyerahan surat gugatan warga Batang kepada JBIC. “Dalam sambutannya Akiko Kurabayashi menyatakan bahwa pihaknya akan mendesak JBIC agar menghormati hak masyarakat UKPWR, dan membatalkan rencana JBIC untuk mendanai pembangunan proyek raksasa senilai Rp 53 triliun, karena dalam prosesnya JBIC telah melanggar pedoman investasinya sendiri,” katanya.

Menurut Abdul, salah satu direktur JBIC, Kuniyasu Kikuchi yang menerima secara langsung surat gugatan warga menyatakan bahwa sampai saat ini JBIC belum memutuskan untuk mendanai atau tidak mendanai PLTU Batang.

“JBIC akan membawa surat gugatan warga ini ke dalam rapat dewan pertimbangan mereka, dan dari hasil rapat itulah keputusan JBIC ditentukan. Kuniyasu juga menyatakan bahwa JBIC akan mempertimbangkan untuk membatalkan rencana pendanaan PLTU Batang ini jika fakta-fakta yang ada dalam surat gugatan warga terbukti benar,” jelas Abdul.

PLTU Batang diklaim akan menjadi PLTU batubara terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas 2.000 megawatt. Greenpeace menilai jika jadi beroperasi PLTU ini akan melepaskan emisi karbon sumber penyebab perubahan iklim sebesar 10,8 juta ton per tahun, setara dengan emisi seluruh negara Myanmar pada tahun. Selain itu puluhan ribu ton polutan beracun juga akan dilepaskan setiap tahun.

"Presiden Jokowi harus mempertimbangkan ulang rencana pembangunan PLTU Batang, jika dipaksakan PLTU ini bukan hanya akan mengancam komitmen pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi karbon penyebab perubahan iklim, tetapi juga tidak sejalan dengan visi Jokowi untuk mewujudkan kedaulatan pangan di negeri ini, karena proyek ini berpotensi menghancurkan salah satu sentra penghasil pangan dan sumber perikanan terbaik di Jawa Tengah" Kata Arif Fiyanto, Juru Kampanye Iklim dan Energi, Greenpeace Indonesia. (gir/gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER