Pasar Daging Bergolak, Importir Balik Salahkan Pemerintah

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Senin, 10 Agu 2015 12:32 WIB
Kuota impor sapi kuartal III berkurang menjadi 50 ribu ekor dari dua kuartal sebelumnya yang masing-masing 250 ribu ekor.
Warga membeli daging pada hari pemotongan hewan (meugang) di pasar daging dadakan Beurawe, Banda Aceh, Aceh, Rabu (15/7). (Antara Foto/Irwansyah Putra)
Jakarta, CNN Indonesia -- Importir menuding pemerintah sebagai biang keladi dibalik lonjakan harga daging dan aksi mogok mayoritas pedagang di Jawa Barat. Kegagalan swasembada pangan yang dibarengi dengan pemangkasan kuota impor disinyalir sebagai pemicu terjadinya kelangkaan pasok dan lonjakan harga daging di dalam negeri.

"Setiap ada masalah, importir yang disalahkan. Disebut kartel, menimbun, atau mafia. Itu yang kami tidak setuju," ujar Thomas Sembiring, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) kepada CNN Indonesia, Senin (10/7).

Menurut Thomas, lonjakan harga daging saat ini murni karena masalah pasokan yang terbatas. Indikatornya bisa dilihat dari semakin terbatasnya pasokan ternak lokal dari sentra-sentra produksi di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ditambah lagi impor sapi dibatasi. Kuartal I dan II masing-masing 250 ribu ekor, sedangkan kuartal III, Juli sampai September, cuma 50 ribu ekor," tuturnya.

Sementara untuk impor daging secondary cuts dan jeroan, kata Thomas, sudah dilarang sejak Januari 2015. Padahal, lanjutnya, kedua jenis daging tersebut sangat tinggi permintaannya di saat lebaran dan puasa.

"Bayangkan saja kalau pasokan dari Jawa sudah terbatas, impor dibatasin, maka jangan heran kalau harganya melambung," jelasnya.

Gagal Swasembada

Tahun lalu, lanjut Thomas, pasar daging relatif stabil dan tidak bergejolak karena pemerintahan sebelumnya membebaskan impor daging. Sebelum itu, pasar daging bergejolak ketika pada 2011 kuota impor dipangkas 60 persen sebelum kebijakan itu dihentikan sampai 2013.

"Berdasarkan sensus BPS tahun 2013, populasi sapi kita turun 2 juta ekor sehingga pemerintah pada kuartal IV 2013  membebaskan kuota impor pada 2014," tuturnya.

Pembebasan impor daging 2014, kata Thomas, hampir berbarengan dengan mundurnya Suswono sebagai Menteri Pertanian era Susilo bambang Yudhoyono (SBY). Suswono melepaskan jabatannya karena menilai swasembada pangan telah gagal akibat salah perhitungan.

"Kabinet baru 2015-2019 bikin target swasembada pangan yang tidak masuk akal. Enam bulan swasembada sapi, emang kita piara marmut yang empat bulan bisa dipotong. Ini sapi, butuh sekitar empat tahun untuk bisa dipotong," tuturnya.

Thomas Sembiring menambahkan, gejolak harga daging saat ini merupakan akibat dari akal-akalan pemerintah. Dia menduga target-target swasembada pangan sengaja didorong oleh pejabat dan kementerian tertentu untuk mencari manfaat dari alokasi dana pemerintah.

Dia mencontohkan program swasembada pangan periode 2010-2014 yang menghabiskan anggaran sekitar Rp 16 triliun. Dengan gejolak pangan yang masih terjadi, Thomas menilai program swasembada pangan yang selama ini menghabiskan belasan triliun rupiah telah gagal.

"Itu akal-akalan pemerintah. Kami tidak mau tahu, impor (daging) mau dilarang atau diperbolehkan. Tapi jangan kesalahan dari kebijakan itu  dilemparkan ke importir. Itu namanya pemerintah tidak bertanggungjawab," tuturnya. (ags/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER