Asosiasi Pertanyakan Kebijakan Penghapusan PPh Asuransi Jiwa

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Jumat, 14 Agu 2015 14:09 WIB
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menilai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) belum menjelaskan detil perihal subjek yang diberikan pembebasan PPh.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim di kantor AAJI, Jakarta, Jumat (14/8). (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta).
Jakarta, CNN Indonesia -- Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengklarifikasi kebijakan pembebasan penerimaan manfaat asuransi jiwa dari pengenaan pajak penghasilan (PPh).

Permintaan tersebut diajukan seiring dengan dicabutnya Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Nomor SE-09/PJ.42/1997 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Penerimaan Manfaat Asuransi Jiwa melalui SE Dirjen Pajak Nomor SE - 56/PJ/2015, yang efektif berlaku pada 24 Juli 2015.

“Sementara waktu, kita bahagia dengan adaya kebijakan itu tapi kita masih ingin mendapatkan suatu hal yang lebih clear dan lebih jelas daripada Surat Edaran tersebut,” kata Ketua Umum AAJI Hendrisman Rahim di Jakarta, Jumat (14/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hendrisman mengungkapkan, adanya penjelasan terkait pembebasan PPh dibutuhkan guna memastikan pihak mana yang akan menerima fasilitas tersebut. Pasalnya, dalam  beleid tersebut DJP tidak menjelaskan secara detil ihwal pihak penanggung asuransi, atau pihak tertanggung yang akan mendapatkan insentif tersebut.

“Apakah itu nanti (pajaknya) jadi dikenakan kepada tertanggung? Kan itu bisa terjadi kan sebagai pajak penghasilan dia? Jadi kita mau clear-kan soal itu,” kata Hendrisman.

Sebagaimana diketahui, melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 56/PJ/2015 yang terbit dan berlaku efektif pada 24 Juli 2015, DJP akhirnya membebaskan penerimaan manfaat asuransi jiwa dari pengenaan pajak penghasilan (PPh) setelah 18 tahun kebijakan tersebut berjalan. 

Sebelumnya, Sigit Priadi Pramudito, Direktur Jenderal pajak mengatakan upaya pembebasan pengenaan PPh dilatarbelakangi oleh ketidaksinkronnya kebijakan yang ada dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI). 

Pasalnya, selisih lebih antara manfaat tabungan asuransi yang diterima dengan premi yang telah dibayarkan diperlakukan sama dengan penghasilan dari bunga tabungan atau bunga deposito. Di mana masing-masing komponen dikenakan PPh final sebesar 15 persen. 


Alhasil, DJP pun mencabut putusan tersebut. Namun, lantaran belum mengetahui pihak yang mana yang memperoleh fasilitas pembebasan PPh Hendrisman masih enggan berkomentar lebih jauh terkait dampak secara umum menyusul dihapusnya PPh.
Meski begitu, ia masih meyakini sampai dengan akhir tahun ini pendapatan premi asuransi jiwa di Indonesia bisa meningkat sekitar 20 sampai 30 persen dari tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 121,62 triliun. 

“Harapan kita ada peningkatan premi makanya perlu diklarifikasi dulu, saya belum bisa kasih komentar,” ujarnya.

Sebagai informasi, hingga kuartal I 2015 total pendapatan premi industri asuransi jiwa mencapai Rp 44,80 triliun, atau naik 15,9 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang hanya Rp 38,6 triliun. Disinyalir kuat, pertumbuhan pendapatan tersebut didorong oleh pendapatan premi yang mencapai Rp 32,95 triliun, atau naik 28,5 persen dari Rp 25,65 triliun.
(dim/dim)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER