Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara serentak pada 9 Desember mendatang. Salah satu bisnis yang terkena imbas positif dari pesta demokrasi itu adalah bisnis pembuatan atribut kampanye calon pasangan kepala daerah.
Andri Chaniago (43), pemilik salah satu toko penjual atribut kampanye di Pasar Senen, Jakarta Pusat menuturkan tokonya bisa mendapat omzet mencapai miliaran rupiah jelang masa kampanye. Angka itu berkali-kali lipat dari omzetnya per bulan yang ada di kisaran ratusan juta rupiah.
“
Pas lagi dapat yang enaknya bisa beberapa kali lipat, berpuluh-puluh kali lipat barangkali, kalau
pas lagi dapat hokinya. Kalau
pas Pilkada kalau lagi dapat yang
gede bisa dapat Rp 5 miliar, bisa dapat Rp 7 miliar,” kata Andri kepada CNN Indonesia ketika ditemui di tokonya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andri menerima berbagai pesanan atribut ‘wajib’ kampanye seperti kaos, baliho, stiker, dan spanduk. Sementara pelanggannya datang dari berbagai penjuru Indonesia seperti Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Selain itu, Andri juga didukung oleh kapasitas produksi konveksi yang cukup besar.
“Kalau untuk produksi kaos per hari minimal 50 ribu (kaos). Sebulan bisa sampai 1 juta lebih. Itu kita hitung rendahnya. Kalau maksimalnya bisa mencapai 100 ribu (kaos) per hari,” kata Andri.
Ia menyebutkan lonjakan pesanan atribut kampanye belum begitu terasa mengingat nomor calon pasangan belum diumumkan. Pesanan yang diterimanya pun hanya terkait atribut sosialisasi yang jumlahnya hanya di kisaran ribuan.
“Kalau nanti sudah keluar nomor pasangan, misalnya kaos, kalau untuk (pemilihan) Bupati biasanya pesan antara 30 ribu sampai 50 ribu. Kalau untuk (pemilihan) Gubernur bisa sampai seratus ribu lebih,” ujar Andri.
Antusiasme jelang pilkada juga dirasakan oleh Hadi Lamet (41) pemilik toko Sinar Gunung Adv yang mencari rezeki di pasar yang sama. Hadi mengungkapkan peningkatan omzet per bulan jelang pilkada minimal 3 kali lipat dibandingkan omzet normal toko per bulan. Pendapatannya bisa meroket kala pesanan datang langsung dari calon pasangan bukan dari ‘tim sukses’.
“Kisaran omzet per bulan di luar pilkada Rp 50 – 100 juta. Kalau pilkada bisa dapat 500 juta, kalau dapat pesanan langsung dari calon (pasangan),” kata Hadi.
Sama dengan Andri, Hadi menilai lonjakan permintaan baru akan terasa setelah calon pasangan kepala daerah mendapatkan nomor pasangan. Kendati tahu akan lonjakan permintaan, Hadi sendiri lebih memilih menunggu pesanan, tidak berani menyediakan stok.
Menurut Hadi, atribut kampanye calon pasangan kepala daerah hanya bisa dipakai sekali waktu yaitu pada waktu kampanye calon terkait. Di atribut kampanye calon pasangan terkait tercantum secara khusus nomor pasangan serta lambang koalisi partai pasangan, berbeda dengan atribut partai yang lebih umum.
“Biasanya kalau kampanye pilkada itu dua bulan, tiga bulan sebelum pemilihan baru mulai jor-joran belanja atribut kampanyenya,” kata Hadi.
(gen)