Faisal Basri Kritik Buruknya Kualitas Neraca Dagang RI

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Rabu, 19 Agu 2015 17:53 WIB
Surplus dagang Januari-Juli sebesar US$ 5,73 miliar tak juga memuaskan ekonom Faisal Basri.
Mantan Ketua Reformasi Tata Kelola Migas dan ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri. (CNN Indonesia/Gentur Putro Jati)
Jakarta, CNN Indonesia -- Positifnya neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2015 sebesar US$ 1,33 miliar telah menambah akumulasi surplus dagang Januari-Juli menjadi US$ 5,73 miliar. Namun ditengah kondisi ekonomi yang tengah lesu seperti ini, berita positif tersebut dinilai bukanlah hasil kerja keras pemerintah.

Menurut ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri, perbaikan transaksi perdagangan lebih disebabkan oleh impor yang turun lebih tajam ketimbang penurunan ekspor.

Ia mencatat impor pada Juli 2015 merosot 28,44 persen dibandingkan bulan yang sama tahun lalu dan merosot 22,36 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan impor terjadi baik untuk migas maupun nonmigas, masing-masing sebesar 45,02 persen dan 21,46 persen untuk month-to-month.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Faisal berpendapat penurunan impor, khususnya nonmigas, mengindikasikan produksi industri nasional semakin lesu. Mengingat kandungan impor cukup tinggi bagi kebanyakan industri di tanah air. Selain itu produk industri manufaktur yang berorientasi ekspor cukup banyak yang bergantung pada bahan baku/penolong impor.

“Dengan kata lain, produk ekspor kita memiliki kandungan impor cukup besar. Porsi impor bahan baku atau bahan penolong dalam impor total mencapai 75,65 persen. Jadi tidak heran kalau ekspor juga turun,” kata Faisal dikutip dari kajiannya, Rabu (19/8).

Pada Juli 2105, ekspor Indonesia turun 15,53 persen (month to month) dan 19,23 persen (year on year). Secara kumulatif (Januari-Juli) terjadi penurunan ekspor sebesar 12,81 persen.

Perkaya Serangan

Dalam kondisi ekonomi global yang tidak menentu seperti saat ini, Faisal menyatakan cara terbaik untuk membuat neraca perdagangan menjadi benar-benar sehat adalah dengan menggunakan strategi menyerang. Sayangnya, Faisal melihat sejauh ini tampaknya pemerintah cenderung memilih taktik bertahan dengan mengekang impor lewat kuota, larangan, dan menaikkan bea masuk.

“Mana ada negara yang mau membuka pasarnya bagi produk ekspor Idonesia jika pemerintah mengekang ekspor mereka ke Indonesia. Sejarah membuktikan pertumbuhan ekonomi kita lebih kencang dengan membuka diri,” jelasnya.

Ia mencontohkan, Vietnam telah lebih dulu memilih strategi menyerang dengan ikut dalam kesepakatan Trans Pacific Partnership dan baru saja menandatangani pakta perdagangan bebas dengan Uni Eropa. Tak ayal, penanaman modal asing langsung mengalir deras ke Vietnam.

“Sekarang Vietnam menjadi negara terkemuka dalam ekspor elektronik. Juga mulai bergigi dalam ekspor tekstil dan pakaian jadi. Sebaliknya, ekspor Indonesia untuk kedua barang itu jalan di tempat,” ujar Faisal. (gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER