Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah menargetkan dapat mengantongi penerimaan pajak sebesar Rp 1.368,5 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016. Angka tersebut lebih tinggi 5,74 persen dibandingkan target dalam APBNP 2015 sebesar Rp 1.294,2 triliun.
Jika digabung dengan penerimaan bea dan cukai, maka tahun depan target penerimaan sektor perpajakan bertambah menjadi Rp 1.565,8 triliun atau lebih tinggi 5,13 persen dibandingkan target APBNP 2015 Rp 1.489,3 triliun.
Namun, Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menyangsikan target tersebut bisa dipenuhi pemerintah pada saatnya nanti.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Menteri Keuangan memandang target itu lebih realistik karena hanya naik 14,5 persen dari perkiraan realisasi penerimaan pajak 2015 atau hanya mencapai Rp 1.369 triliun. Namun prediksi pemerintah itu sudah berulang kali dikoreksi ke bawah, jadi tak kecil kemungkinan prediksi terakhir juga meleset,” kata Faisal dikutip dari kajiannya, Selasa (18/8).
Faisal mencatat Bank Dunia pada Juli 2015 membuat prediksi penerimaan perpajakan Indonesia yang jauh lebih rendah dari estimasi pemerintah, yaitu Rp 1.165 triliun atau ada kekurangan (
shortfall) sebesar Rp 324 triliun.
“Angka
shortfall itu Rp 204 triliun lebih tinggi ketimbang prediksi
shortfall versi pemerintah. Jika kita menggunakan acuan
shortfall versi Bank Dunia, maka target penerimaan pajak dalam RAPBN 2016 naik sebesar 34,4 persen. Artinya, target peneriman pajak 2016 lebih tinggi ketimbang 2015 sebesar 30 persen,” jelasnya.
Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas ini menyatakan jika prediksi Bank Dunia lebih mendekati kenyataan, maka target penerimaan pajak 2016 lebih tidak realistik ketimbang target penerimaan pajak 2015 yang sangat tidak realistik itu.
“Bagaimana kalau perkiraan Bank Dunia yang lebih mendekati kenyataan ketimbang perkiraan pemerintah? Gampang, toh proses masih panjang. Ada pembahasan hingga diundangkan menjadi APBN. Kalau masih meleset juga, masih ada APBNP. Alasan tinggal dicari,” kata Faisal.
Sebelumnya Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Sigit Priadi Pramudito mengatakan sampai akhir tahun instansinya diperkirakan hanya mampu memungut setoran pajak Rp 1.129 triliun atau 87,2 persen dari target.
Meski meleset dari target, Sigit mengatakan angka itu sudah baik karena lebih besar 15 persen dibandingkan realisasi tahun lalu.
Sementara terkait target penerimaan pajak tinggi tahun depan yang dibebankan pemerintah, Sigit mengatakan instansinya akan menerapkan berbagai alternatif kebijakan untuk menggenjot penerimaan.
Salah satu prioritas kebijakan alternatif tersebut adalah pengumpulan pajak dengan memanfaatkan fasilitas informasi dan teknologi (IT) menggunakan metode
Complience Risk Management (CRM).
Dengan CRM, nantinya Direktorat Jenderal Pajak akan mengidentifikasi kepatuhan para wajib pajak. Mereka yang selama ini tercatat memiliki kurang bayar akan dikelompokan sesuai dengan beratnya utang pajak.
Tax Amnesty MolorSayangnya, lanjut Sigit, rencana penerapan kebijakan pengampunan pidana kepada para pengemplang pajak atau
tax amnesty tidak bisa dilakukan, baik pada tahun ini maupun pada tahun depan.
Pasalnya, kata Sigit, wacana kebijakan
tax amnety menjadi isu kontroversial karena memicu pro dan kontra ketika cakupannya diusulkan diperluas tak hanya pidana pajak tetapi juga pidana umum lainnya (
special amnesty).
"Tidak. Belum akan kita gunakan tahun depan," ujarnya singkat.
(gen)