Pemerintah Usul Pembentukan Badan Restrukturisasi Perbankan

Elisa Valenta Sari & Diana Mariska | CNN Indonesia
Rabu, 26 Agu 2015 08:22 WIB
Komisi XI DPR mempertanyakan klausul pendampingan hukum bagi pejabat pengambil kebijakan dalam RUU JPSK.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, dan Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat RI Fadel Muhammad, dalam rapat pembahasan Penyertaan Modal Negara (PMN) 2015 di Jakarta, Kamis (5/2). (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah memasukan klausul pembentukan Badan Restrukturisasi Perbankan (BRP) dalam Rancangan Undang-Undang Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK).

"Dalam kondisi tak normal dan terdapat masalah perbankan yang masif dan membahayakan ekonomi nasional, KSSK (Komite Stabilitas Sistem Keuangan) dapat mengaktifkan badan restrukturisasi perbankan yang dibentuk dengan UU ini," jelas Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (25/8).

Pada kesempatan tersebut, pemerintah secara resmi mengajukan RUU JPSK kepada DPR. Rancangan beleid tersebut terdiri dari 12 bab dan 51 pasal yang mencakup asas dan mekanisme JPSK, KSSK, serta pemantauan dan pemeliharaan stabilitas sistem keuangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Menkeu, RUU JPSK akan menjadi pedoman bagi otoritas terkait dalam mengatasi permasalahan bank berdampak sistemik maupun yang tidak berdampak. Hal ini merupakan upaya untuk memelihara sistem keuangan dalam segala kondisi, baik normal maupun tak normal.

"Hadirnya UU JPSK memberikan kewenangan kepada otoritas terkait untuk menangani kondisi tidak normal dan atau permasalahan bank sistemik dalam memelihara stabilitas sistem keuangan," katanya.

Pada kesempatan tersebut, Bambang juga menegaskan soal penghapusan pasal mengenai imunitas bagi pengambil kebijakan dalam RUU JPSK. Namun, dia menekankan perlunya pendampingan hukum bagi pejabat pengambil kebijakan dalam memutus perkara.  

"Dalam RUU JPSK ini, tidak ada lagi pasal mengenai imunitas bagi pengambil kebijakan. Namun agar pejabat setiap lembaga berani mengambil kebijakan atau keputusan, dalam RUU ini diusulkan ada ketentuan mengenai pendampingan hukum," tuturnya.

Usulan pembentukan BRP disambut positif oleh Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad. Dia memastikan keberadaan BRP nantinya tak akan tumpang tindih dengan tugas dan kewenangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).  

"Jadi nanti apabila diperlukan maka akan diaktifkan kembali," ujarnya.

Fadel menjelaskan, lembaga ini bersifat ad hoc, yang dibentuk guna menyelesaikan kasus-kasus  perbankan secara satu per satu.  Pembentukan badan ini, lanjut Fadel, merupakan bagian dari upaya bersama memperkuat sistem keuangan nasional.

"Kalau tidak, kita khawatir tiba-tiba (kasus perbankan) bisa berbuntut panjang efek dominonya," jelas Fadel.

Namun, Fadel menyoroti soal pendampingan hukum bagi pejabat pengambil kebijakan, yang dinilainya menimbulkan banyak pertanyaan.

"Pertama, pendampingan hukum yang bagaimana? Itu mesti kita bikin yang baik supaya orang berani mengambil itu. Kemudian pendampingan hukum dari mana? Kita perdalam supaya bagaimana orang mau mengambil keputusan," katanya lagi. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER