Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pemerintah tengah melakukan kajian terhadap relaksasi aturan ekspor bahan-bahan mentah hasil tambang khususnya berbentuk biji (
raw material) atau ore (
bauksit). Hal tersebut akan dimasukkan ke dalam paket kebijakan ekonomi yang tengah disusun pemerintah.
Menurut Darmin, izin untuk melakukan ekspor
ore bisa diajukan kembali oleh eksportir apabila perusahaan telah menyelesaikan 30 persen pembangunan pabrik pemurnian (
smelter) bauksit menjadi alumina.
“Kami masih akan duduk sama-sama para usaha pertambangan yang membangun
smelter itu. Saya belum bisa jawab banyak, tapi memang itu salah satu yang sedang kita kaji," ujar Darmin saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (3/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun mantan Kepala Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) ini mengatakan kajian tersebut masih bersifat normatif. Pemerintah masih menunggu aspirasi disampaikan secara langsung yang selama ini dikeluhkan para pelaku usaha.
"Nanti kalau arahnya mengatakan tidak perlu ya tidak usah. Kalau arahnya setuju ya ayo. Itu artinya hasil identifikasi yang perlu kita lakukan kajian. Salah satu cara adalah mengundang para pelaku usaha,” ujar Darmin.
Sebelumnya, Erry Sofyan, Ketua Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) menkritik kebijakan larangan ekspor minerba yang dirancang pemerintahan sebelumnya karena terkesan diskriminatif dan tidak adil.
Menurutnya, terdapat 182 perusahaan tambang pemegang izin usaha pertambangan (IUP) di Indonesia, di mana sebanyak 77 perusahaan di antaranya sudah dalam tahap izin usaha produksi pengolahan mineral. Sementara yang tergabung dalam APB3I sebanyak 51 perusahaan bauksit, dengan total tenaga kerja sekitar 40 ribu orang.
"Akibat pelarangan ekspor
raw material, IUP bauksit sudah menghentikan operasi produksinya dan terpaksa memberhentikan kurang lebih 40 ribu karyawan," tuturnya di Jakarta, Senin (25/5).
Ibarat efek bola salju, Erry mengatakan dampak negatifnya sebenarnya juga dirasakan oleh pemerintah. Potensi kerugian negara dari kebijakan tersebut ditaksir Erry mencapai sekitar Rp 17,6 triliun dalam bentuk devisa yang gagal masuk. Selain itu, penerimaan pajak negara juga hilang sekitar Rp 4,09 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) berkisar Rp 595 miliar.
Berdasarkan data APB3I, cadangan bauksit Indonesia saat ini sekitar 3,2 miliar ton, di samping sumber daya bauksit yang diperkirakan mencapai 7,55 miliar ton. "Itu kalau dipakai untuk produksi alumina atau ekspor sekalipun tak akan habis dalam 200 tahun," kata Erry.
(gen)