Jokowi Diminta Ramu Fiskal dan Non-Fiskal Secara Tepat

Galih Gumelar | CNN Indonesia
Kamis, 03 Sep 2015 19:11 WIB
Saat ini hanya penanaman modal yang saat ini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi saat penyumbang PDB lainnya tengah terpuruk.
Kepala Ekonom Bank Tabungan Negara (BTN) A. Prasetyantoko saat ditemui di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (8/5). (CNNIndonesia/Elisa Valenta Sari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Ekonom BTN, Agustinus Prasetyantoko berharap kombinasi kebijakan fiskal dan non-fiskal yang tengah diramu pemerintah menjadi satu paket kebijakan ekonomi mampu mendongkrak investasi secara signifikan. Pasalnya, ia menilai hanya penanaman modal yang saat ini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi saat penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) lainnya sedang tidak bisa diharapkan.  

Karenanya, Prasetyantoko menyarankan agar paket kebijakan yang disusun pemerintah tidak hanya sebatas penyederhanaan regulasi dan perizinan, tetapi juga menyediakan beragam insentif guna menggairahkan iklim investasi.  Apabila keduanya sukses dikombinasikan pemerintah, Prasetyantoko optimistis investasi akan menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi di masa depan.

"Memang dari segala isu, yang harus di-address paling utama adalah investasi karena hanya unsur itulah yang bisa men-drive pertumbuhan ekonomi yang kian melambat. Maka dari itu, sangat penting bagi pemerintah sekarang untuk melakukan debottlenecking birokrasi dan juga perhatikan insentif-insentif lainnya," ujar Prasetyantoko di Gedung Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kamis (3/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejauh ini, Dosen Universitas Atma Jaya itu menilai kebijakan fiskal yang dikeluarkan pemerintah sudah cukup baik, terutama terkait fasilitas keringanan pajak yang berupa tax allowance dan tax holiday. Namun, ia juga mengingatkan jangan hanya mengandalkan fiskal untuk menarik investasi, tetapi perlu kebijakan non-fiskal yang bisa mendorong sektor riil.

"Kalau hanya insentif fiskal, itu tidak akan efektif. Kebijakan yang menyentuh sektor riil akan sangat efektif, seperti contohnya kebijakan terkait perdagangan dan juga efisiensi biaya produksi," tuturnya.

Indikator makroekonomi lain yang juga menurut Prasetyantoko perlu diperhatikan pemerintah adalah daya beli masyarakat yang sedang melemah. Untuk kasus ini, ia menyarankan pemerintah jangan menggunakan strategi jangka panjang untuk mengatasinya karena nilai tambah dari konsumsi tidak seperti investasi.

"Kita tak bisa andalkan konsumsi terus. Selain itu kita juga tak bisa menyuruh pemerintah untuk menyerap anggaran karena government expenditure hanya berkontribusi 9 persen terhadap PDB. Sudah saatnya meningkatkan porsi investasi di dalam pertumbuhan ekonomi," tuturnya.

Statistik menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini semakin melemah dari angka 4,71 persen di kuartal I ke 4,67 persen di kuartal II. Dari angka tersebut, konsumsi swasta tetap memegang porsi terbesar yaitu sebesar 56 persen di kuartal I dan 56,07 persen di kuartal II.

Di sisi lain, porsi investasi terhadap PDB menurun dari angka 32,5 persen di kuartal I 2015 menjadi 31,94 persen di kuartal berikutnya.

(ags/ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER