Gaikindo Minta Pemerintah Pangkas Uang Muka dan Pajak Mobil

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Kamis, 03 Sep 2015 13:27 WIB
Produsen otomotif nasional memangkas produksinya sebesar 20 persen, yang dibarengi dengan pengurangan jam kerja dan peniadaan lembur akibat pelemahan ekonomi.
Pelaku industri otomotif nasional berfoto di acara Gaikindo Indonesia International Automotive Show (GIAAS). (Dok. Daihatsu)
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) berencana merumuskan paket kebijakan penyelamatan ekonomi di Istana Bogor, Jawa Barat pekan ini dengan meminta masukan dari kalangan pengusaha. Kesempatan ini dimanfaatkan Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia  (Gaikindo) untuk menitipkan dua usulan solusi atas permasalahan yang tengah melilit industri otomotif.

Ketua I Gaikindo Jongkie D. Sugiarto menuturkan solusi pertama yang perlu dilakukan pemerintah adalah membuat aturan kredit kendaraan bermotor (KKB) lebih longgar, dengan meringankan batas minimal uang muka. Pasalnya, sekitar 70 persen pemilik mobil di Indonesia membeli kendaraan menggunakan fasilitas kredit perbankan atau perusahaan pembiayaan.

"Bank Indonesia (BI) memang sudah meringankan aturan uang muka kredit kendaraan dari 30 persen menjadi 25 persen, tapi itu masih kurang. Kami berharap minimumnya jadi 10 persen," ujar Jongkie kepada CNN Indonesia, Kamis (3/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut bos Hyundai Mobil Indonesia tersebut ketika aturan rasio kredit terhadap nilai aset atau loan to value (LTV) dinaikkan beberapa tahun lalu, Kementerian Keuangan dan BI beralasan untuk menghindari risiko bubble pembiayaan. Kekhawatiran tersebut dinilai Jongkie terlalu berlebihan mengingat perusahaan pembiayaan dan perbankan pasti sudah punya mitigasi risiko itu untuk menghindari kebangkrutan.

Disedot Negara

Usulan kebijakan kedua, lanjut Jongkie terkait dengan insentif keringanan pajak atas transaksi pembelian mobil. Ia menyebut elama ini sekitar 35 persen hingga 40 persen hasil penjualan otomotif di Indonesia masuk ke kas negara melalui beragam pungutan pajak dan bea.

Jongkie menjabarkan, selama ini dalam setiap transaksi jual-beli mobil pemerintah pusat memungut pajak pertambahan nilai (PPN) 10 persen dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) sekitar 15 persen. Sementara itu, pemerintah daerah juga meminta jatah sebesar 10 persen dalam bentuk bea balik nama (BBN) dan 2 persen berupa pajak kendaraan bermotor (PKB).

"Misal harganya Rp 100 juta, itu kena PPN 10 persen, PPnBM 10-125 persen atau kalau dibuat rata-rata 15 persen, lalu BBN 10 persen dan PKB 2 persen. Jadi total 37 persen atau Rp 37 juta masuk ke kantong negara. Barangkali pemerintah mau turunkan beberapa komponen pajak dan bea supaya harga mobil turun," katanya.

Jongkie menambahkan, produsen otomotif nasional terpaksa memangkas produksi kendaraan roda empat sekitar 20 persen menyusul realisasi penjualan yang anjlok pada kisaran yang sama hingga Juli 2015. Untuk menghindari terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK), mayoritas agen tunggal pemegang merek (ATPM) memilih untuk mengurangi jam kerja dan meniadakan lembur untuk sementara waktu. (ags/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER