Bukti Indonesia Tak Sedang Dilanda Krisis Moneter

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Sabtu, 05 Sep 2015 18:22 WIB
Tingginya nilai tukar dolar Amerika Serikat terhadap rupiah menimbulkan anggapan bahwa Indonesia tengah dilanda krisis moneter. Tapi nyatanya tidak demikian.
(Antara/Rivan Awal Lingga)
Bandung, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menegaskan fundamental perekonomian Indonesia saat ini lebih baik dibandingkan saat krisis moneter 1997/1998. Berbagai indikator makroekonomi tahun ini menunjukkan Indonesia akan lebih tahan menghadapi tekanan pada nilai tukar rupiah yang telah menembus Rp 14.000.

Pelaksana tugas (Plt) Kepala Grup Pengelolaan Relasi BI Arbonas Hutabarat memaparkan berbagai indikator makroekonomi terkini. Pertama, meskipun melambat, pada kuartal dua tahun ini Indonesia 4,67 persen atau lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia yang ada di kisaran 2-3 persen.

"Saya berani pastikan, dalam 12 tahun terakhir (pertumbuhan ekonomi) kita selalu di atas 4 persen. Negara lain gunjang ganjing, kita selalu tumbuh di atas 4 persen. Bahkan, di tahun-tahun tertentu kita pernah tumbuh 6 dan 7 persen,"  tutur Arbonas dalam acara Pelatihan Jurnalis BI di Bandung, Sabtu (5/9).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fundamental perekonomian yang prima juga tercermin dari indikator tingkat inflasi yang relatif stabil. Tercatat inflasi pada Agustus 2015 adalah 0,39 persen dan sepanjang Januari-Agustus hanya sebesar 2,69 persen. Dengan kondisi itu, Arbonas yakin BI bisa mencapai target inflasi tahun ini sebesar 4+1 persen.

Selanjutnya, defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada kuartal II-2015 tercatat hanya sebesar 2,05 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). "Defisitnya sudah semakin membaik dari 4,69 persen PDB terus digiring hingga sekarang tinggal 2,1 persen PDB," ujarnya.

Berikutnya, posisi cadangan devisa (cadev) Tanah Air juga masih dalam kategori aman. Per Juli 2015, Indonesia memiliki cadev sebesar US$ 107,6 miliar atau setara dengan 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.

“Artinya kita masih memiliki ketahanan dari sisi cadangan devisa. Sebenarnya, standar IMF (International Monetary Fund) itu hanya membutuhkan 3 bulan impor untuk mengatakan suatu negara itu masih aman,” kata Arbonas

Selain itu, apabila dibandingkan dengan kondisi krisis perekonomian tahun 1998, cadev Indonesia tahun ini jauh lebih tinggi. Pada tahun 1998, cadev Indonesia hanya sebesar US$ 23,76 miliar.

Di sektor perbankan, Arbonas meyakinkan kondisi perbankan Tanah Air masih sehat. Per Juni 2015, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan nasional tercatat 20,1 persen jauh lebih baik dibandingkan kondisi saat krisis 1997/1998 yang tercatat minus 15,70 persen.Rasio Kecukupan modal Juni 2015 juga lebih tinggi dari standar Bank for International Settlement (BIS) yang sebesar 8 persen.

“BIS memberikan standar modal (CAR) cukup 8 persen,  kita 20 persen artinya kemampuan modal bank menyangga atau bank tahan terhadap kerugian besar,” kata Arbonas.

Lebih lanjut,  per Juni 2015, loan to deposit ratio (LDR) perbankan Indonesia tercatat sebesar 88,6 persen. Dengan kata lain, bank masih memiliki kelonggaran dalam menyalurkan kredit.

“Zaman tahun 1997/1998, LDR kita sampai 120 persen, artinya bank cekak. Kredit yang diberikannnya lebih besar dari uang yang dimilikinya," kata Arbonas.

(eno)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER