Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir tak berkutik ketika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menuding ada praktik mafia dalam bisnis listrik prabayar perseroan. Sofyan yang hanya menyebut akan menindaklanjuti tudingan tersebut dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) justru mendapat pembelaan dari Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri.
Bagi Faisal, Rizal Ramli kemungkinan besar keliru ketika melontarkan tudingan sekitar 27 persen token listrik yang dibeli pelanggan justru masuk ke kantong provider yang setengahnya mafia.
“Katanya kalau beli pulsa Rp 100 ribu, yang jadi listrik hanya Rp 73 ribu. Entah dari mana angka Rp 73 ribu tersebut,” ujar Faisal dalam risetnya, dikutip Selasa (8/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tersebut kemudian membuat ilustrasi perhitungan jual beli pulsa atau token listrik yang selama ini berlaku.
Menurutnya, tarif listrik 1.300 VA untuk golongan R1-1.300 VA adalah Rp 1.352 per kWh. Jika pelanggan golongan R1-1.300 VA membeli token Rp 100 ribu, maka menurut Faisal ada sejumlah biaya wajar yang memang harus dibayar pelanggan.
“Pertama, pelanggan harus membayar ongkos administrasi bank yang kalau menggunakan BCA besarnya Rp 3 ribu per transaksi. Jadi sisa uang untuk listrik Rp 97 ribu karena untuk transaksi di bawah Rp 300 ribu tidak kena bea meterai,” papar Faisal.
Selain itu, pelanggan juga harus membayar pajak penerangan jalan (PPJ) sebesar 2,4 persen (untuk Jakarta) dari jumlah kWh yang dibayar.
“Jadi PLN hanya menerima Rp 97 ribu dibagi 1,024 atau Rp 94.726. Kemudian jumlah kWh yang didapat pelanggan untuk Rp 94.726 dibagi tarif Rp 1.352 adalah sekitar 70 kWh. Jadi uang pelangan hanya susut 5,3 persen untuk biaya administrasi bank dan PPJ, bukan 27 persen seperti yang ditengarai disedot mafia,” kata Faisal.
Berdasarkan perhitungan di atas, Faisal meyakini tidak ada pihak lain berbentuk mafia atau setengah mafia yang menikmati uang pelanggan listrik prabayar.
“Anehnya, mengapa Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM dan Direktur Utama PLN yang hadir pada pertemuan dengan Pak Menko diam saja?” kata Faisal.
(gen)