Kecemasan Investor Bayangi Pelemahan Wall Street

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Selasa, 15 Sep 2015 06:09 WIB
Ketidakpastian kebijakan moneter AS dan perlambatan ekonomi China menjadi dua faktor utama yang membuat investor memilih wait and see.
Bursa efek New York, AS. ( Reuters/Lucas Jackson)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bursa Saham Amerika Serikat (Wall Street) ditutup melemah pada Senin (14/9) setelah banyak investor menunda pertaruhan menjelang pertemuan dewan gubernur Bank Sentral (The Federal Reserve). Rilis data ekonomi China yang melemah juga menjadi sentimen negatif yang memicu kekhawatiran sejumlah kalangan.

Mengutip Reuters, Dow Jones Industrial Average turun 62,13 poin atau 0,38 persen ke level 16,370.96, sedangkan Nasdaq Composite minus 16,58 poin atau 0,34 persen menjadi 4,805.76.

Demikian pula dengan S&P 500 yang melemah 8,02 poin atau 0,41 persen menjadi 1,953.03, setelah sembilan dari 10 sektor dominan S&P jatuh.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sama sekali tidak ada keyakinan (The Fed rate) naik atau turun. Semua orang menunggu The Fed. The Fed duduk sambil menyanyikan lagu Should I stay or should I go now. If it stay it will be trouble. If I go it will be double," ujar David Spika, global investment strategist untuk The GuideStone Fund mengutip lirik dari lagu populer The Clash.

Sebelumnya, The Fed menyatakan akan menaikkan suku bunga ketika pemulihan ekonomi AS berlanjut dengan indikator angka pengangguran dan inflasi. Namun, jika melihat kondisi AS saat ini pasar tenaga kerja membaik, sedangkan inflasi masih tertekan oleh harga minyak yang melemah.

Berdasarkan survei Reuters pada pekan lalu, kalangan ekonom perbankan berpendapat The Fed sebaiknya menunda kenaikan suku bunga menjadi Desember. Sementara para traders menilai pekan ini merupakan waktu yang tepat bagi The Fed menaikan suku bunga acuannya.

"Volatilitas di pasar dan data-data ekonomi AS yang bertentangan mmebuat The Fed benar-benar sulit untuk punya pegangan yang kuat untuk memutuskan," kata Spika.

Wall Street relatif lebih stabil sejak China mendevaluasi mata uangnya pada Agustus lalu. Indeks S&P 500, misalnya, telah naik sekitar 1 persen selama lebih dari 10 sesi perdagangan sejak 20 Agustus 2015.

Kendati demikian, perdagangan masih tampak lesu. Merujuk pada data Thomson Reuters, sekitar 5,4 miliar lembar saham telah berpindah tangan di bursa AS dalam sehari. Angka tersebut lebih rendah dari rata-rata 20 sesi perdagangan sebelumnya yang mencapai 8 miliar saham per hari.

Faktor pemberat lainnya adalah data investasi dan industri China pada Agustus lalu yang  meleset dari ekspektasi. Hal ini memunculkan kekhawatiran pelaku pasar akan pertumbuhan ekonomi China yang diprediksi tidak sampai 7 persen untuk pertama kalinya sejak krisis global.

"China terus menjadi perhatian karena investor melihat ada risiko pertumbuhan ekonomi China menyentuh level terendah, meskipun pemerintah setempat memiliki banyak ruang untuk merangsang pertumbuhan," kata Chris Bertelsen , kepala investasi dari Global Financial Private Capital di Sarasota, Florida. (ags)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER