Anak Usaha Japfa Comfeed Menolak Disebut Pelaku Kartel Daging

Safyra Primadhyta | CNN Indonesia
Rabu, 23 Sep 2015 11:18 WIB
Importir sapi juga mempertanyakan mengapa KPPU memaksakan pembuktian kartel sapi sebagai penyebab mahalnya harga daging tanpa memeriksa importir daging.
Vice President Country Head of Beef Indonesia Santosa Agrindo Safuan Kasno Soewondo usai menghadiri sidang kedua perkara dugaan kartel perusahaan penggemukan sapi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) di Kantor KPPU, Jakarta, Selasa (22/9). (CNN Indonesia/Safyra Primadhyta).
Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan penggemukan sapi (feedloter) PT Santosa Agrindo menuding kebijakan pembatasan impor sapi oleh pemerintah sebagai penyebab melonjaknya harga daging sapi di sejumlah kota besar belum lama ini. Tak ayal, anak perusahaan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk ini membantah telah melakukan praktik kartel bersama 31 perusahaan feedloter lain seperti yang ditudingkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam perkara bernomor 10/KPPU-I/2015.

“Mulai 2010 pemerintah mulai melakukan pembatasan impor (sapi) sampai dengan 2013. Sempat dibebaskan lagi tapi di 2015 kembali dilakukan pembatasan impor sapi lagi. Ini yang menyebabkan feedloter juga mesti ambil posisi terus di dalam melakukan inventory,” ujar Vice President Country Head of Beef – Indonesia Santosa Agrindo Safuan Kasno Soewondo saat ditemui CNN Indonesia, kemarin.

Menurut Safuan apabila pemerintah membebaskan impor sapi, kenaikan harga daging tidak akan setinggi yang ada di pasaran.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Pertanyaannya sekarang, kenapa pemerintah ikut campur. Kalau dibebaskan tidak terjadi permainan harga seperti menurut mereka. Lha wong daging tidak ada masalah kenapa ikut campur pemerintah. Lepas saja pembatasan impornya,” kata Safuan usai menghadiri sidang kedua dugaan kartel sapi di KPPU.

Ia melanjutkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging masyarakat, sapi impor masih diperlukan karena populasi sapi lokal terus berkurang dan tidak bisa menutupi permintaan. Tak heran jika harga daging sapi lokal naik lebih tinggi dibandingkan harga daging sapi impor.

Berdasarkan data sensus sapi pada 2011, jumlah sapi dan kerbau mencapai 16,7 juta ekor dimana sebanyak 14,8 juta ekor merupakan sapi potong. Namun demikian, sebanyak 12 juta ekor diantaranya merupakan sapi betina yang tidak boleh dipotong.

Tekanan Rupiah

Safuan menambahkan importir tidak hanya dipusingkan dengan kebijakan pembatasan impor dari pemerintah, namun belakangan ini juga harus berhadapan dengan tekanan akibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Kondisi tersebut membuat pengusaha menyusun strategi untuk menyiasati pelemahan nilai tukar yang ada. Disebutkan Safuan, perkiraan harga bobot hidup sapi Australia pada kuartal keempat tahun ini mencapai US$ 2,95 per kilogram (kg) atau Rp 46 ribu dengan asumsi kurs rupiah Rp 14.500 per dolar.

“Kami sebagai pebisnis otomatis kalau mau beli sapi untuk kuartal IV, harus menaikkan harga di kuartal III. Kalau tidak begitu tidak akan bisa terbeli sapi yang sama. Itu disebut investment cost. Barang apapun, tidak cuma sapi kalau tidak dinaikkan harganya, pasti kami terlambat. Tadinya bisa beli 50 ekor nanti di kuartal IV cuma 30,” kata Safuan.

Ia menilai laporan dugaaan perkara yang ditudingkan KPPU telah direkayasa, sehingga data-data yang digunakan KPPU mengarah pada adanya praktik kartel oleh pengusaha sapi. Padahal menurut Safuan, pemasok daging yang pasti adalah importir daging. Namun dalam perkara ini, importir daging tidak disentuh.

“Pemasok (daging sapi) yang pasti kan importir daging. Importir daging kan tidak disentuh sama sekali di sini. Jadi saya tidak mengerti kenapa importir sapi yang disentuh,” katanya.

Selanjutnya, Safuan berharap pemerintah tidak memaksakan membuktikan adanya praktik kartel yang tidak dilakukan oleh pengusaha. Pasalnya, pengusaha saat ini juga sedang kesulitan dalam menghadapi tingginya harga.

“Kejadian ini membuat kami capek. Kami tidak berbuat apa-apa tapi dituduh. Waktu jadi tersita untuk perkara ini. Padahal kami sedang memikirkan strategi untuk menghadapi harga mahal ini," ujar Safuan. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER