Jakarta, CNN Indonesia -- Organisasi nonprofit di bidang konservasi lingkungan, Greenpeace Indonesia, mendesak pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) segera melakukan subtitusi atas penggunaan bahan bakar fosil ke energi terbarukan.
Desakan tersebut dilontarkan seiring dengan masifnya pemanfaatan batu bara sebagai bahan baku pembangkit listrik yang dicanangkan Presiden Joko Widodo melalui program pembangkit listrik berkapasitas 35 ribu megawatt (mw).
“Kami mengajak seluruh unsur masyarakat untuk mendesak pemerintah Indonesia agar mengakhiri era bahan bakar fosil dan menghentikan deforestasi. Peralihan menuju energi terbarukan dan perlindungan hutan harus segera dipercepat, dengan itu Indonesia dapat memberikan kontribusi nyata terhadap penyelamatan iklim global,” kata Dian Elviana, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Minggu (27/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dian menungkapkan, adanya dorongan untuk melakukan subtitusi dari penggunaan batu bara ke energi baru terbarukan juga tak lepas dari dampak negatif komoditas emas hitam tersebut.
Mengacu pada penelitian Greenpeace Internasional bersama Universitas Harvard baru-baru ini, tak kurang dari 15 ribu jiwa per tahun di dunia meninggal akibat terpapar polusi dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang diketahui menggunakan batu bara sebagai bahan baku energinya.
Tak hanya itu, katanya hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa ekspansi batu bara yang direncanakan secara signifikan dapat meningkatkan tingkat angka polusi di seluruh wilayah Indonesia, sekaligus memberi dampak negatif pada tingginya biaya kesehatan.
"Indonesia berada di persimpangan jalan. Presiden Jokowi memiliki pilihan, tetap dengan pendekatan bisnis seperti biasa untuk menghasilkan listrik dan mengambil kehidupan ribuan orang Indonesia, atau memimpin perubahan dan melakukan ekspansi yang cepat untuk mengembangkan energi yang aman, bersih, yaitu energi terbarukan,” tegasnya.
Diminta Hitung Ulang
Dalam program 35 ribu megawatt, PLTU mengambil porsi tak kurang dari 60 persen atau berkisar 21 ribu mw. Berbekal penelitian Greenpeace, Dian pun kembali menegaskan bahwa pemerintah harus menghitung ulang menyoal porsi bauran energi yang akan dipakai dalam program 35 ribu mw.
“Ada kebutuhan mendesak, saat ini, untuk mengambil jalur pembangunan rendah karbon dengan mengembangkan energi terbarukan sebagai solusi. Ini adalah momen harapan, dan menunjukkan bahwa kita dapat memanfaatkan kekuatan alam, seperti matahari dan angin, untuk mengubah krisis iklim,” kata dia.
(dim)