-- Produsen rokok asal Surabaya, PT Wismilak Inti Makmur Tbk mengaku akan menaikkan harga jual setelah pemerintah melalui Kementerian Keuangan menaikkan tarif efektif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas produk hasil tembakau yang berlaku tahun 2016.
Sekretaris Perusahaan Wismilak, Surjanto Yasaputera menegaskan tarif baru PPN rokok menjadi 8,7 persen dari Harga Jual Eceran (HJE) jelas memberatkan industri rokok secara keseluruhan, baik produsen maupun konsumen nantinya.
“Karena artinya ada tambahan beban lagi yang harus ditanggung industri rokok, selain beban cukai yang semakin meningkat, beban pajak daerah sebesar 10 persen dari cukai, maupun beban pembayaran cukai yang dimajukan dua bulan yang mulai berlaku tahun ini,” ujarnya saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (29/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Surjanto mengaku, untuk kenaikan cukai memang sudah biasa diperhitungkan karena terjadi setiap tahun. Meski begitu, ia menyatakan pihaknya belum bisa memprediksi penaikan cukai rokok pada tahun depan, karena disinyalir bakal lebih tinggi dari biasanya.
“Ada tambahan. Dan kenaikan cukai tahun depan belum tahu. Tapi dari nota keuangan diperkirakan bisa besar, meski belum tertuang dalam peraturan,” ujarnya.
Sementara itu, terkait penaikan PPN rokok dari HJE tersebut Surjanto menyatakan hal itu bakal serta merta membuat beban perseroan makin berat. Atas dasar hal tersebut, ia mengaku manajemen bakal mengkaji penaikan harga jual.
“Karena penaikan PPN ini memang beban kita bertambah. Ya kita akan menyesuaikan harga jual. Harga jual kita naikkan pastinya,” ungkapnya.
Saban Tahun Naikan Harga
Surjanto merinci, selama tahun ini pihaknya juga telah menaikkan harga jual yang bervariasi untuk tiap produk sigaret. Ia menyatakan hal itu adalah strategi perusahaan dalam menghadapi penaikan beban yang beragam.
“Kalau tahun ini harga jual naik berkisar 5-8 persen untuk berbagai produk. Boleh dibilang tiap tahun ada penaikan harga jual, tergantung strategi perusahaan,” jelasnya.
Seperti diketahui, pemerintah menaikkan tarif efektif PPN atas produk hasil tembakau dari 8,4 persen menjadi 8,7 persen dikalikan dengan HJE. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau, yang terbit pada 21 September 2015 dan efektif berlaku per 1 Januari 2016.
Terbitnya PMK ini sekaligus mencabut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2001 tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan, dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau. Dalam beleid lawas tersebut disebutkan tarif efektif PPN atas penyerahan hasil tembakau sebesar 8,4 persen.
Dalam salinan PMK Nomor 174/PMK.03/2015 yang diterima CNN Indonesia, Selasa (29/9) disebutkan, produk hasil tembakau yang dikenakan PPN adalah meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya.
“Dasar Pengenaan PPN adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang,” tulis Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro dalam aturan tersebut.