Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan tambang batubara, PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU) tengah berjibaku menyelesaikan proposal restrukturisasi utang. Perseroan menargetkan proposal restrukturisasi utang senilai hingga US$ 950 juta tersebut mampu selesai sebelum 2016.
Dalam proposal restrukturisasi awal, Berau Coal berencana menerbitkan obligasi baru sebesar US$387,53 juta yang bakal jatuh tempo Juli 2019. Obligasi itu dipakai untuk menukar obligasi sebelumnya senilai US$ 450 juta yang habis tenornya pada Juli 2015.
Selain itu, perseroan juga bakal menerbitkan obligasi baru senilai US$ 443,72 juta yang akan jatuh tempo pada Desember 2020 demi menukar obligasi tahun 2017 senilai US$ 500 juta. Ditambah lagi, induk usaha perseroan saat ini, Grup Sinar Mas, menyatakan siap menyuntik dana ke Berau Coal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Berau Coal, Arief Wiedhartono mengatakan pihaknya masih melakukan audit kinerja untuk mengerjakan proposal tersebut. Pasalnya, dalam proposal restrukturisasi tersebut bakal dijelaskan rencana kinerja Berau Coal dalam jangka panjang.
“Untuk proposal, hari ini kita masih melakukan audit dan membuat proyeksi untuk lima tahun ke depan. Setelah itu baru opsi-opsi akan kita sampaikan. Proposal sebelumnya juga jadi pertimbangan,” ujarnya usai Rapat Umum Pemegang Saham di Jakarta, Rabu (21/10).
Sayangnya, Arief enggan menyebut opsi-opsi yang tengah digodok perseroan dalam proposal restrukturisasi utang tersebut. Namun, ia mengaku opsi-opsi tersebut mempertimbangkan gejolak harga komoditas batubara di pasar.
“Opsi-opsinya masih dimatangkan karena kondisi pasar batubara kan berubah. Audit diharapkan tahun ini selesai,” jelasnya.
Arief mengungkapkan, dalam penyusunan rencana kerja perseroan selama lima tahun ke depan, bakal ada beberapa penyesuaian strategi. Ia mengaku, salah satu fokus utama perseroan adalah efisiensi karena jebloknya harga batubara.
“Ada perubahan strategi. Sebelumnya kan dana untuk pertumbuhan, tapi kita lihat harga batubara masih lemah, maka dana digunakan untuk efisiensi,” jelasnya.
Menurut Arief, penghematan terutama akan dilakukan di divisi produksi dan pengalihan ekspansi. Dia menampik pertanyaan yang menyinggung soal kemungkinan perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
“Efisiensi dilihat dari kecenderungan harga. PHK belum masuk sebagai opsi efisiensi kami untuk saat ini,” jelasnya.
Fokus ke PembangkitTerkait efisiensi, Arief mengaku pihaknya juga mulai mempertimbangkan untuk membangun pembangkit listrik guna menyerap produksi batubara
“Realisasi produksi batubara saat ini 20 juta ton dari target setahun 26,5 juta ton. Pembangkit listrik Suaran masih dalam kajian sebagai bagian dari efisiensi. Kita sedang review ulang, awalnya 15-25 MW tapi dengan perubahan kondisi industri ya kita revisi,” jelasnya.
Arief menambahkan, perseroan sejauh ini telah menggelontorkan anggaran belanja modal sebesar Rp 69,45 miliar untuk mendanai pembangunan terminal batubara dan sebesar Rp 5,03 miliar untuk proyek pembangkit listrik tenaga batubara di Suaran. Selain itu, perseroan juga menggunakan anggaran untuk membeli fasilitas transhipper senilai Rp 10,45 miliar.
“Berau Coal telah membangun fasilitas peningkatan kapasitas produksi di Binungan dan Suaran, melakukan pengadaan unit hauling coal dan unit alat berat, serta pengaturan kembali kantor pusat dan fasilitas pendukung,” kata Arief.