BI: Kontraksi Ekonomi Riau akan Berlanjut Akibat Bencana Asap

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Selasa, 27 Okt 2015 15:06 WIB
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Riau pada kuartal I 2015 minus 0,06 persen dan negatif 0,64 persen pada kuartal II 2015.
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI) membentang poster di depan patung 'Selamat Datang' yang telah dipasangi masker pelindung pernapasan saat menggelar aksi Peduli Bencana Kabut Asap di Pekanbaru, Riau, Jumat (4/9). (Antara Foto/Rony Muharrman)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau akan terkoreksi lebih dalam pada kuartal III 2015 akibat kabut asap yang disebabkan kebakaran lahan dan hutan.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi Riau pada kuartal I 2015 yang minus 0,06 persen. Kontraksinya semakin dalam pada tiga bulan berikutnya setelah negatif 0,64 persen pada kuartal II 2015.

Deputi Kepala Perwakilan Kantor Bank Indonesia (BI) Provinsi Riau, Irwan Mulawarman mengatakan tren negatif kemungkinan akan berlanjut karena pengaruh kabut asap yang sudah menyelimuti Riau selama sekitar tiga bulan terakhir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, selama ini pertumbuhan ekonomi Riau ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah. Namun, polusi asap yang ditimbulkan kebakaran hutan dan lahan membuat aktivitas masyarakat menurun di saat penyerapan anggaran belanja daerah yang masih rendah.

"Kita semua berharap bencana asap ini segera berakhir," ujar Irwan di Pekanbaru, Selasa (27/10).

Irwan menilai indikator penetapan kondisi darurat asap yang selam aini digunakan pemerintah masih sering menjadi bahan perdebatan. Karenanya, bank sentral merekomendasikan agar pemerintah melakukan penanggulangan bencana asap berbasis manajemen risiko, baik untuk kegiatan pencegahan maupun penanggulangan bencana asap.

"Selain itu perlu ditingkatkan kampanye dan sosialisasi mengenai pembakaran lahan beserta dampaknya kepada masyarakat," katanya.

Selain itu, kata Irwan, BI juga menyarankan agar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dikaji ulang. Sebab, pada pasal 69 ayat 2 disebutkan, pembakaran lahan dimungkinkan cukup hanya dengan izin camat untuk luas areal maksimal 2 hektar.

"Kami rasa itu perlu dievaluasi untuk mengurangi pembakaran," katanya.

Pendaratan Canggih

Irwan Mulawarman juga berharap PT Angkasa Pura II selaku otoritas Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru mengadopsi sistem dan teknologi pendaratan yang lebih canggih sehingga pesawat tetap bisa mendarat meski jarak pandang terbatas.

Dia menilai, ini merupakan solusi untuk mengatasi masalah jarak pandang yang kerap membuat aktivitas bandara lumpuh akibat kabut asap.

"Selain itu, BI juga merekomendasikan kepada perbankan untuk meninjau kembali pendendaan terhadap keterlambatan pengiriman billing statement dan apakah ada perlakuan khusus kepada debitur yang terimbas bencana asap," kata Irwan.

Sebelumnya, BI melakukan survei cepat yang hasilnya menyatakan kabut asap kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Riau berdampak negatif luar biasa terhadap perekonomian daerah, khususnya kepada tujuh sektor usaha yang terkena imbas langsung.

Tujuh sektor tersebut antara lain sektor transportasi, sektor jasa pengiriman, serta sektor perdagangan, penyedia akomodasi jasa makan dan minuman. Kemudian sektor jasa pendidikan dan kesehatan, sektor perkebunan, konstruksi dan properti, dan sektor perbankan.

Kerugian paling besar ada pada sektor transportasi dan jasa pengiriman menyusul lumpuhnya aktivitas penerbangan. Akibatnya, penyedia jasa penerbangan mengalami penurunan omzet lebih dari 50 persen pada September dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

"Atau diperkirakan penurunan omzet lebih dari Rp 200 miliar untuk penjualan tiket pesawat selama September 2015, dan lebih dari Rp1,5 miliar untuk operasional Bandara, belum termasuk handling fee dan jasa lainnya yang terkait. Berlanjutnya kondisi asap sampai dengan bulan Oktober diperkirakan menurunkan omzet lebih dari 60 persen," katanya.

Kemudian sektor jasa pengiriman telah terjadi terganggunya pengiriman barang dari dan menuju Riau sehingga berdampak terhadap penurunan omzet jasa pengiriman barang mencapai 90 persen.

"Hal tersebut didorong oleh meningkatnya biaya distribusi sekitar 60 persen, akibat pengalihan rute pengiriman barang melalui Padang, Provinsi Sumatera Barat. Selain itu, ditambah komplain penalti atas keterlambatan pengiriman barang terutama produk makanan dan obat-obatan, serta penalti atas pengiriman atau billing statement perbankan," kata Irwan. (antara)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER