Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) menyatakan masih mewaspadai adanya risiko pasar keuangan global karena berbagai hal, antara lain terbatasnya pertumbuhan ekonomi China, belum solidnya ekonomi Amerika Serikat (AS) dan rendahnya harga komoditas.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Tirta Segara mengatakan pemulihan ekonomi global masih terbatas, sementara tekanan di pasar keuangan global sudah mulai mereda. Terbatasnya pemulihan ekonomi global tersebut terutama bersumber dari masih terbatasnya pertumbuhan ekonomi emerging markets, khususnya China yang diperkirakan terus melambat.
“Hal itu, antara lain, tercermin dari indikator manufaktur China yang menurun disertai dengan ekspor yang masih lemah,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (16/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Tirta menyatakan pertumbuhan ekonomi negara maju membaik, meskipun masih belum solid. Ia menilai pemulihan ekonomi AS masih rentan, tercermin dari indikator ketenagakerjaan yang masih lemah.
“Melemahnya indikator ketenagakerjaan AS dan rilis minutes FOMC (hasil rapat dewan gubernur bank sentral AS) September 2015 yang cenderung dovish menguatkan kembali perkiraan penundaan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) di AS,” jelasnya.
Sementara itu, lanjut Tirta, pertumbuhan ekonomi Eropa diperkirakan terus membaik, ditopang oleh kuatnya permintaan domestik dan sektor manufaktur yang ekspansif. Namun, ia menilai pemulihan ekonomi global yang masih terbatas berdampak pada harga komoditas internasional yang masih terus menurun.
“Sejalan dengan penundaan kenaikan FFR, tekanan di pasar keuangan global pada awal Oktober 2015 mulai mereda. Namun, Bank Indonesia akan terus mencermati risiko global yang berpotensi mendorong tekanan pembalikan modal portfolio dari
emerging markets, termasuk dari Indonesia,” jelas Tirta.
BI Rate TetapSeperti diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 15 Oktober 2015 kemarin memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50 persen, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50 persen dan Lending Facility pada level 8,00 persen.
“Bank Indonesia meyakini bahwa inflasi untuk keseluruhan tahun 2015 akan berada di bawah titik tengah sasaran 4 persen, sementara defisit transaksi berjalan diprakirakan lebih rendah dari prakiraan semula, atau sekitar 2 persen pada akhir 2015,” jelas Tirta.
Tirta menyatakan pihaknya memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan membaik terutama didorong oleh meningkatnya belanja modal pemerintah, walaupun aktivitas perekonomian di sektor swasta masih berjalan relatif lambat.
“Bank Indonesia menilai bahwa tekanan terhadap stabilitas makro mulai mereda sehingga kedepan terdapat ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter,” ujarnya.
Ia menjelaskan, mengingat masih tingginya risiko ketidakpastian global, maka pihaknya akan tetap berhati-hati dan mencermati risiko global di tengah perkembangan pasar keuangan global yang lebih kondusif.
“Sejalan dengan hal tersebut, fokus kebijakan Bank Indonesia dalam jangka pendek tetap diarahkan pada langkah-langkah stabilisasi nilai tukar, memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah, serta memperkuat pengelolaan penawaran dan permintaan valuta asing. Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” jelas Tirta.
(gir/gir)