Harga Batubara Jeblok, Laba Bersih Adaro Turun 19 Persen

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Senin, 02 Nov 2015 07:07 WIB
Laba bersih setelah pajak Adaro Energy turun 19 persen menjadi US$ 181 juta pada sembilan bulan pertama 2015 dari US$ 224 juta di periode yang sama 2014 .
Presiden Direktur PT Adaro Energy Tbk Garibaldi Thohir (kanan) di Jakarta, Selasa (23/6). (CNN Indonesia/Gentur Putro Jati)
Jakarta, CNN Indonesia -- Perusahaan batubara, PT Adaro Energy Tbk mencatatkan pelemahan kinerja dalam sembilan bulan pertama 2015 karena jebloknya harga komoditas ‘emas hitam’ akibat dari perlambatan ekonomi.

Laba bersih setelah pajak turun 19 persen menjadi US$ 181 juta pada sembilan bulan pertama 2015 dari US$ 224 juta di periode yang sama 2014 . Sementara itu, laba inti turun 21 persen menjadi US$ 228 juta.

Laba inti merepresentasikan laba perusahaan setelah pajak pendapatan, tidak termasuk komponen akuntansi non-operasional, yang terdiri dari US$ 54 juta amortisasi properti pertambangan, US$ 7 juta provisi pengembalian piutang lain-lain terkait investasi non-batubara dan pengeluaran US$ 1 juta terkait penyesuaian pajak di tahun sebelumnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Saat ini profitabilitas Adaro sedang mengalami tekanan yang cukup kuat akibat harga batubara yang terus menurun,” ujar Presiden Direktur Adaro Energy, Garibaldi Thohir dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (1/11).

Namun, ia menilai dalam kondisi yang penuh tantangan ini, bisnis model Adaro yang teringrasi secara vertikal telah teruji dan pencapaian yang perseroan raih menunjukkan ketangguhan dari model bisnis Adaro.

“Kami optimistis dapat mencapai target EBITDA tahun 2015 sebesar US$ 550 juta hingga US$ 800 juta. Kini kami terus menjalankan bisnis dan menerapkan strategi untuk memperkuat keberlanjutan bisnis inti Adaro,” katanya.

Garibaldi menjelaskan, strategi mengembangkan tiga motor penggerak pertumbuhan perusahaan terus dilakukan, yaitu pertambangan batubara, jasa pertambangan dan logistik dan ketenagalistrikan.

“Kami juga terus menjalankan keunggulan operasional kami, meningkatkan efisiensi biaya di sepanjang rantai pasokan batubara, memperkuat unit logistik, bergerak lebih jauh ke hilir memasuki bisnis ketenagalistrikan dan tetap membayar deviden tunai tahunan,” jelasnya.

Ia menjelaskan, harga jual rata-rata Adaro terus mengalami penurunan seiring dengan berlanjutnya kelebihan pasokan batubara di pasar. Pelemahan harga batubara yang berkelanjutan ini sejalan dengan pelemahan ekonomi global khususnya perlambatan pertumbuhan di China yang menekan pasar komoditas.

“Harga jual rata-rata Adaro turun sebesar 14 persen y-o-y (tahun ke tahun) pada periode sembilan bulan pertama 2015. Pendapatan usaha Adaro turun 16 persen menjadi US$ 2,11 miliar seiring dengan penurunan volume penjualan sebesar 3 persen menjadi 41,2 juta ton. Volume produksi menurun sebesar 5 persen menjadi 39,8 juta ton disebabkan turunnya pertumbuhan permintaan,” jelasnya.

Atas dasar hal itu, ia menyatakan Adaro kembali menurunkan panduan produksi tahun 2015 menjadi 52–54 juta ton dari 54–56 juta ton untuk mengantisipasi berlanjutnya kondisi pasar yang sulit sampai dengan akhir tahun.

“Pertumbuhan permintaan akan tetap lemah dan harga akan terus mengalami trend penurunan sampai dengan akhir tahun,” katanya.

Pada sembilan bulan pertama 2015, Adaro mencatatkan volume produksi dan nisbah kupas yang lebih rendah, biaya bahan bakar lebih rendah dari perkiraan, biaya penanganan dan pengangkutan yang lebih rendah dan terus melakukan efisiensi biaya sehingga beban pokok pendapatan Adaro turun 13 persen menjadi US$ 1.675 juta.

“Nisbah kupas gabungan Adaro pada sembilan bulan pertama 2015 adalah 5,35x, lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,77x. Kami menjaga agar nisbah kupas sesuai dengan rencana tahun 2015 sebesar 5,33x,” jelasnya.

Royalti

Lebih lanjut, perseroan menyatakan royalti yang dibayarkan kepada Pemerintah Republik Indonesia pada sembilan bulan pertama 2015 turun 18 persen menjadi US$ 217 juta, sejalan dengan penurunan pendapatan usaha.

“Royalti meliputi 13 persen dari total beban pokok pendapatan pada sembilan bulan pertama 2015,” jelas Garibaldi.

Sementara itu, total aset Adaro turun 17 persen menjadi US$ 6,21 miliar. Aset lancar turun 45 persen menjadi US$ 1,24 miliar terutama karena pada sembilan bulan pertama 2014 terdapat peningkatan kas dari penerimaan porsi fasilitas pinjaman bank yang baru, yang telah digunakan untuk pembiayaan ulang surat utang dan fasilitas pinjaman bank tahun 2011. (gir/gir)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER