Jakarta, CNN Indonesia -- Dari total 23 perusahaan yang dijadwalkan melantai di bursa saham pada tahun ini, tiga calon emiten membatalkan rencananya melakukan penawaran saham perdana (initial public offering/IPO).
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) Samsul Hidayat menyebutkan tiga calon emiten yang batal melepaskan sahamnya ke publik adalah PT Ciputra Residence, PT Buyung Poetra Sembada dan PT Summarecon Investment Property.
“Mungkin tahun ini hanya 20 perusahaan yang listing. Buyung undur diri, juga Summarecon dan Ciputra. Harusnya ada 23 perusahaan yang listing,” jelasnya di Jakarta, Selasa (15/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PT Ciputra Development Tbk (CTRA) menyatakan belum akan melepas saham anak usahanya, PT Ciputra Residence baik pada tahun ini ataupun tahun depan. Pemabatalan IPO diputuskan setelah mempertimbangkan situasi pasar yang belum mendukung.
Direktur Ciputra Development, Tulus Santoso mengatakan manajemen memutuskan untuk membatalkan rencana anak usahanya melantai di bursa. Ia menyatakan, Ciputra Residence menahan diri untuk melepas saham, baik pada tahun ini ataupun pada 2016.
“Tidak IPO, tidak jadi. Ya kelihatannya, marketnya memang tidak ke arah situ (positif) lah,” ujarnya.
Selain membatalkan rencana IPO anak usaha, Tulus menambahkan terdapat beberapa proyek perseroan pada tahun ini yang tertunda. Ia menjelaskan, nantinya pengerjaan proyek tersebut bakal digeser ke tahun depan atau menanti saat yang tepat.
“Ke tahun depanlah. Tapi belum tentu juga tahun depan. Kami kan selalu menyesuaikan dengan market. Kalau marketnya kurang bagus, ya bisa ditunda lagi. Tidak pasti. Tergantung market. Kalau marketnya tidak siap kan percuma juga. Tapi secara teoritis pokoknya semua sudah siap. Kalau market ready, kami masuk,” jelasnya.
Pertumbuhan MelambatIa memprediksi ketidakpastian masih akan berlangsung pada tahun depan, misalnya yang terkait dengan tingkat suku bunga. Menurutnya, tingkat suku bunga saat ini berada di level yang dilematis di tengah pelemahan nilai tukar rupiah.
“Ini kan selalu jadi perdebatan, BI rate mau naik atau turun. Di sini sudah banyak yang keberatan dengan tingkat bunga sekarang, seperti sektor riil. Tapi kalau diturunin, nanti kurs naik. Kalau masih tidak pasti begitu, kami juga bingung,” katanya.
Dengan kondisi tak pasti seperti sekarang, Tulus meyakini pertumbuhan perusahaan tidak akan terlampau tinggi. Apabila tak ada perubahan berarti, Tulus memperkirakan pertumbuhan penjualan persuahaan akan setara dengan level inflasi.
“Paling single digit aja seperti inflasi, 5 persen-6 persen. Tapi itu bisa membaik kalau misalnya aturan pajak bagus, ada pengampunan pajak juga yang menggairahkan ekonomi, ada kepemilikan properti asing bisa jalan. Tapi kan semua tidak pasti. Kalau pasti sih growth 20 persen juga gampang. Cuma kan tidak tahu,” jelasnya.
(ags)