Jakarta, CNN Indonesia -- Pelaku pasar modal kembali mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan moratorium terhadap berbagai pungutan yang dikenakan terhadap perusahaan-perusahaan yang melantai di bursa saham. Tuntutan ini sengaja disuarakan oleh Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) di tengah kesibukan pemerintah merancang dan merumuskan paket kebijakan penyelamatan ekonomi nasional.
Ketua Umum AEI, Franky Welirang menilai beberapa kebijakan baru yang dikeluarkan OJK dan Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mengatur aktivitas pasar modal perlu dikaji ulang. Salah satunya terkait berbagai pungutan yang tak jelas kepada emiten.
“Kalau kita membicarakan adanya relaksasi peraturan tentunya kita harapkan pungutan-pungutan oleh OJK yang tidak jelas dimoratorium saja.
Listing fee harus dipikirkan ulang supaya emiten tidak dibebankan biaya yang tidak masuk akal di saat ekonomi seperti ini,” ujarnya ketika dihubungi CNN Indonesia, Kamis (3/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara dari sisi pemerintah, Franky menilai selama sembilan bulan pemerintahan Joko Widodo bekerja banyak kebijakan ekonomi yang dihasilkan. Sebagian, menurutnya, cukup baik meski sebagian lainnya justru kontraproduktif.
"Sudah banyak kebijakan dari mulai manufaktur hingga finansial . Ada yang baik, tapi ada juga yang menghambat. Harusnya ada deregulasi beberapa kebijakan yang menghambat,” tuturnya.
Salah satu kebijakan yang menghambat, kata Franky, kebijakan pengetatan impor yang terkadang membuat laju emiten manufaktur terhambat.
“Hari ini banyak hal-hal yang tidak memberikan kepastian, mau impor bahan baku saja sulit, jadi tidak ada kepastian,” jelasnya.
Franky juga menyinggung rencana pemerintah membatasi penarikan utang valas swasta dengan mengatur rasio utang terhadap ekuitas atau
debt to equity ratio (DER).
Menurutnya, pemerintah harus tetap logis agar tidak terlalu terkesan interventif. Menurutnya, masing-masing perusahan punya kebijakan sendiri mengenai pengelolaan DER.
“Menurut saya, masalah itu adalah normatif saja, kalau ditentukan pemerintah bisa saja, tapi lebih logis. Saya yakin Pak Darmin mau membaca masalah secara holistik,” kata Franky.
(ags/gen)