Harga Minyak Terjun Bebas, Penerimaan Negara Berisiko Anjlok

Agust Supriadi & Diemas Kresna Duta | CNN Indonesia
Senin, 18 Jan 2016 13:31 WIB
Rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada Januari 2016 diprediksi US$33-38 per barel, jauh di bawah asumsi APBN 2016 yang dipatok US$50 per barel.
Ilustrasi minyak mentah. (Thinkstock/anankkml)
Jakarta, CNN Indonesia -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) memperkirakan rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) pada Januari 2016 masih akan tetap rendah di kisaran US$33 per barel hingga US$38 per barel. Proyeksi tersebut sejalan dengan perkembangan harga minyak mentah dunia yang terjun bebas.

Mengutip data perdagangan West Texas Intermediate (WTI), Senin (18/1) harga minyak jenis light sweet untuk pengiriman Februari 2016 tercatat turun US$71 sen dan berada di level US$28,71 per barel.

Sedangkan untuk data perdagangan di pasar komoditas London Brent North Sea, harga minyak mentah untuk pengiriman Februari 2016 saat ini bertengger di level US$28,00 per barel.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Sensitivitas Fiskal

Dalam dokumen Laporan Perkembangan Pasar Minyak tertanggal 8 Januari 2016 yang diterbitkan SKK Migas disebutkan, harga minyak  diperkirakan terus melemah karena negara-negara OPEC, khususnya Iran dan Arab Saudi, enggan memangkas produksinya. Dengan berlebihnya pasokan di tengah perlambatan ekonomi mengakibatkan harga minyak akan semakin tertekan.

Dengan asumsi rata-rata ICP Januari 2016 di kisaran US$33-US$38 per barel, maka akan berdampak pada postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 yang disusun menggunakan acuan ICP US$50 per barel.

Konsekuensi dari kejatuhan ICP tersebut telah diantisipasi oleh pemerintah dengan membuat formula sensitivitas APBN 2016 berdasarkan perkembangan indikator ekonomi makro (ceterus paribus).

Dalam Nota Keuangan dan APBN 2016 disebutkan, setiap kenaikan US$1 harga minyak di atas asumsi US$50 per barel, maka pendapatan negara berpotensi bertambah sekitar Rp3,4 triliun hingga Rp3,9 triliun. Hal itu juga diyakini akan diikuti dengan membengkaknya anggaran belanja sekitar Rp2,6 triliun hingga Rp3,8 triliun. Alhasil defisit APBN 2016 berisiko membengkak sekitar Rp100 miliar hingga Rp900 miliar  

Kondisi tersebut bisa sebaliknya mengingat saat ini harga ICP terjun bebas mengikuti pergerakan turun harga minyak mentah dunia. Dengan asumsi ICP US$ 50 per barel, maka rata-rata ICP Januari 2016 sebenarnya sudah lebih rendah US$12-US17 per barel.

Berikut rincian sensitivitas APBN 2016 jika ICP US$1 lebih tinggi dari asumsi US$50 per barel:

Pendapatan Negara  naik Rp3,4-3,9 triliun
- Penerimaan perpajakan naik Rp800 miliar
- Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) naik Rp2,7-3,1 triliun.

Belanja Negara  bengkak Rp2,6-3,8 triliun
- Belanja pemerintha pusat Rp1,8-2,6 triliun
-Transfer ke daerah dan Dana Desa Rp700 miliar hingga Rp1,2 triliun.

Defisit Fiskal melebar Rp100-900 miliar. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER