Jakarta, CNN Indonesia -- Harga minyak tercatat diperdagangkan di bawah US$30 per barel pada Selasa (12/1), memperpanjang aksi jual yang telah memangkas hampir 20 persen dari harga komoditas itu pada tahun ini, di tengah kekhawatiran tentang permintaan China yang rapuh dan tidak adanya rencana menahan produksi.
Seperti dikutip dari
Reuters, harga ditetapkan 3 persen lebih rendah dalam penurunan harian ketujuh berturut-turut untuk minyak. Pedagang telah menyerah berusaha untuk memprediksi di mana penurunan akan berakhir. Beberapa analis memperingatkan level US$20 per barel, bahkan Standard Chartered mengatakan penjualan mungkin tidak akan berhenti hingga mencapai US$10.
Pada Selasa, kehancuran harga minyak hampir terjadi, dan spekulan terlalu takut untuk membeli karena takut mencapai level dasar yang palsu. Akselerasi pelemahan muncul ketika harga minyak menyentuh di bawah area US$32 sekitar pukul 9.00 waktu AS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun level US$30 merupakan sebuah ambang batas secara psikologis dan finansial. Dalam beberapa hari terakhir, pedagang telah mengalirkan uang ke opsi harga US$30 untuk kontrak bulan Februari dan Maret.
Aktivitas lindung nilai biasanya terjadi ketika harga minyak mendekati level opsi, karena pembeli dan penjual melindungi kepentingan mereka. Adapun lebih dari 15.000 kontrak diperdagangkan pada hari Selasa dan 18.000 kontrak diperdagangkan pada hari Senin untuk kontrak minyak Februari, jumlah lebih dari dua kali lipat volume pada Jumat minggu lalu.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) mentah CLc1 jatuh 97 sen untuk kemudian menetap di US$30,44 per barel. Harga sempat turun 3,1 persen, setelah menyentuh level rendah US$29,93, yang terakhir terlihat pada bulan Desember 2003.
"Momentum ini terlalu kuat untuk sisi
bearish, bahkan jika secara fundamental tidak ada yang berubah," kata Dominick Chirichella, partner senior di Energy Management Institute.
(gir)