Harga Minyak Anjlok, BLU Sawit Didesak Hentikan Subsidi BBN

Antara & Agust Supriadi | CNN Indonesia
Senin, 18 Jan 2016 15:43 WIB
Anjloknya harganya minyak dunia tak hanya berpotensi membengkakan subsidi biodiesel, tetapi juga bakal menggerus keuntungan industri bahan bakar nabati (BBN).
Sejumlah pekerja melempar buah kelapa sawit ke fasilitas pengolahan minyak (CPO). (Reuters/Beawiharta)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dosen Program Pascasarjana, Universitas Indonesia (UI) Bustanul Arifin menganjurkan Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit menghentikan pemberian subsidi bagi industri biodiesel untuk sementara waktu.

Pasalnya, anjloknya harganya minyak dunia hingga menyentuh level US$30 per barel tak hanya berpotensi membengkakan subsidi biodiesel, tetapi juga bakal menggerus keuntungan industri bahan bakar nabati (BBN).

"Jangan sampai kebijakan pemberian subsidi ini menjadi insentif yang salah," ujarnya di Jakarta, Senin (18/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bustanul mengungkapkan, pemberian subsidi terhadap industri biodiesel akan menguntungkan jika harga minyak dunia berada di kisaran US$80 per barel.

Pengamat ekonomi pertanian yang juga Guru besar Universitas Lampung itu mengaku sangat mendukung program pemanfaatan biodiesel 20 persen (mandatory B20). Namun, melihat kondisi harga minyak dunia yang terus melorot seperti saat ini, ia menilai tak ada salahnya jika kebijakan pemberian subsidi terhadap industri biodiesel ini ditinjau ulang.

"B20 bisa ditunda, jangan kaku lah," katanya.

Melorotnya harga minyak dunia ke kisaran US$30 per barel, menurutnya, menyebabkan dana subsidi BBN untuk program mandatory B20 bakal membengkak.

Saat ini BPDP Sawit mengucurkan subsidi untuk industri biodiesel sebesar Rp3.000 per liter. Subsidi itu didapat karena pemerintah dan BPDP Sawit menggunakan asumsi harga minyak mentah dunia antara US$35 hingga US$40 per barel.

Karenanya, lanjut Bustanul, alangkah baiknya jika BPDP Sawit mulai fokus pada upaya melakukan kampanye positif terhadap komoditas kelapa sawit di dunia internasional.

Ia menilai kasus kebakaran lahan dan hutan yang melanda Indonesia belum lama ini menjadikan citra kelapa sawit di dunia internasional makin terpuruk.

Selain itu, Bustanul juga mengingatkan agar program penanaman kembali (replanting) dan riset komoditas kelapa sawit mulai dilaksanakan pada tahun ini.

Tahun lalu, katanya, BPDP Sawit belum bisa mengucurkan dana untuk program replanting dan riset karena beralasan lembaga ini baru dibentuk.

Bustanul menambahkan, riset strategis yang aplikatif mendesak untuk dilakukan, dimana pelaksanaannya melibatkan banyak pemangku kepentingan. Dia mencontohkan, riset soal peta genetika dari seluruh varietas kelapa sawit menjadi salah satu penelitian yang perlu segera dilakukan.

Menurutnya, saat ini peta varietas kelapa sawit dunia dikuasai oleh Malaysia. Ironisnya, peta tersebut dikerjakan oleh para peneliti Indonesia.

"Untuk riset ini sebaiknya dialokasikan dana 5 persen dari total dana yang dikumpulkan BPDP Sawit," katanya.

Soal replanting, kata dia, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian (Kementan) perlu menjalankan fungsinya sebagai koordinator di lapangan. Pasalnya, tahun ini Kementan telah membuat perencanaan lokasi yang paling mendesak untuk dilakukan replanting.

"Karena itu, tahun ini harusnya program replanting ini sudah bisa dilaksanakan," katanya.

Ketua Umum Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan (FP2SB) Achmad Manggabarani mengaku bisa memahami jika selama ini BPDP Sawit baru mengucurkan dananya untuk subsidi ke industri biodiesel.

Sebab, tambahnya, dari semua tugas yang diamanatkan ke lembaga ini yang paling siap didanai baru industri biodiesel. Namun tahun ini program replanting dan riset juga sudah siap untuk didanai.

"Saya dengar Kementan juga telah menyiapkan lokasi di mana saja kebun sawit rakyat yang siap direplanting," ujar mantan Dirjen Perkebunan itu.

(ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER