Gapki Nilai Kebijakan Divestasi Ancaman Bagi Investor Sawit

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Rabu, 06 Jan 2016 15:26 WIB
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai kebijakan divestasi perusahaan kelapa sawit asing kontraproduktif dengan semangat investasi.
Seorang pekerja perkebunan kelapa sawit sedang memindahkan hasil produksinya untuk diangkut ke pabrik pengolahan CPO. (REUTERS/Y.T Haryono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menilai kebijakan divestasi perusahaan kelapa sawit asing akan kontraproduktif  dengan semangat pemerintah menarik investasi di kawasan industri.

"Kalau divestasi dipaksakan, itu namanya ancaman. Jangan-jangan malah pada tidak tertarik investasi di Indonesia," ujar Fadhil kepada CNN Indonesia, Rabu (6/1).

Menurut Fadhil, kebijakan divestasi yang berlaku di industri pertambangan tidak seharusnya diberlakukan di industri kelapa sawit. Pasalnya, kedua jenis industri itu memiliki karakteristik dan jenis sumber daya alam yang berbeda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau di industri CPO kan sifatnya renewable (bisa diperbaharui), sedangkan di tambang, seperti Newmont dan Freeport itu wajib divestasi karena sifat industrinya tidak renewable," tuturnya.



Selain itu, lanjut Fadhil, ada kewajiban bagi perusahaan kelapa sawit  membentuk jaringan plasma perkebunan sawit yang melibatkan masyarakat sekitar. "Sementara di sektor tambang kan tidak ada kewajiban plasma. Jadi kontraproduktif menurut saya divestasi itu," kata Fadhil menegaskan.

Mantan Direktur Eksekutif Institute Development of Economics and Finance (Indef) ini mempertanyakan alasan dan mekanisme divestasi perusahaan sawit yang digulirkan oleh Kementerian Perindustrian.

Dia menambahkan, saat ini sebenarnya dominasi nasional dalam industri sawit cukup besar, baik dari sisi penanaman modal maupun perkebunan plasma. Namun, diakui Fadhil sulit untuk mengklasifikasi perusahaan sing atau perusahaan nasional dengan cara menelaah komposisi kepemilikan saham.

"Wilmar, misalnya, itu kan dimiliki oleh pemodal Indonesia dan Malaysia. Namun tetap dianggap perusahaan asing karena kantornya di Singapura. Sinarmas juga demikian," jelas Fadhil.



Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan perusahaan asing yang ingin tetap beroperasi di  tiga kawasan industri kelapa sawit terpilih (Palm Oil Industrial Zone/POIZ) harus melakukan divestasi. Kebijakan ini terinspirasi dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2014 yang mengatur divestasi kepemilikan asing di sektor pertambangan.

POIZ merupakan salah satu poin kesepakatan Council of Palm Oil Producing Countries (CPOC) yang dilakukan Indonesia dan Malaysia sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Hal ini dilakukan sebagai upaya bersama dengan Malaysia untuk menguasai pasar produk hilir kelapa sawit di Asia.

Ketiga kawasan industri tersebut adalah Sei Mangkei yang dikelola PT Perkebunan Nasional (PTPN) III, Kawasan Industri Dumai yang dikelola oleh Grup Wilmar, dan Kalimantan Timur Industrial Estate yang dikelola oleh PT Pupuk Kaltim (PKT).

"Menurut saya kalau mau tarik investasi kasihlah insentif, jangan malah diberi disinsentif seperti ancaman gitu," ujarnya. (ags/gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER