Ekonomi China Merah, Sinyal Harga Komoditas Makin Rendah

Giras Pasopati | CNN Indonesia
Selasa, 19 Jan 2016 18:12 WIB
Harga komoditas diyakini Kepala Riset KDB Daewoo Securities Taye Shim semakin melemah mengingat China merupakan penyerap terbesar di dunia.
Harga komoditas diyakini Kepala Riset KDB Daewoo Securities Taye Shim semakin melemah mengingat China merupakan penyerap terbesar di dunia. (Dok. Toba Bara).
Jakarta, CNN Indonesia -- Laju pertumbuhan ekonomi China yang kembali turun ke level 6,9 persen sepanjang 2015 setelah tahun sebelumnya masih mampu menembus angka 7,3 persen, menciptakan sinyal negatif baru. Salah satunya adalah harga komoditas diyakini semakin melemah mengingat negeri Tirai Bambu merupakan penyerap terbesar di dunia.

Kepala Riset KDB Daewoo Securities Taye Shim mengatakan harga komoditas dunia seperti batubara dan minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sedang ambruk.

“Perlambatan ekonomi China memberi sinyal pelemahan permintaan komoditas dan bahan baku,” kata Taye di Jakarta, Selasa (19/1).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oleh karena itu, para pengusaha Indonesia yang melakoni bisnis berbasis komoditas diharapkan mampu mempersiapkan diri menerima efek negatif dari kondisi tersebut.

“Indonesia adalah salah satu produsen batubara dan CPO terbesar di dunia. Melemahnya permintaan pasti akan mengganggu kinerja ekspor,” ujarnya.

Asal tahu saja, impor batubara China telah turun sekitar 30 persen pada tahun lalu ke level terendah dalam empat tahun. Penurunan ini bertepatan dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat.

Seperti dikutip dari Reuters, pemerintah China telah menginstruksikan penghentian pembangunan tambang batubara baru selama tiga tahun, yang disambut positif oleh para aktivis lingkungan. Pasalnya, surplus produksi batubara di China bisa mencapai 2 miliar ton per tahun dari hasil eksploitasi sekitar 11 ribu tambang yang ada di negara tersebut.

Pemerintah China menyatakan ingin memotong produksi batubara dan meningkatkan bauran energi guna mengendalikan polusi. Di sisi lain, pemerintah China juga berusaha untuk mengelola sektor industri yang mempekerjakan hampir 6 juta orang ini.

Berdasarkan data perdagangan komoditas, harga batubara ICE Newcastle untuk kontrak Februari tercatat telah turun 0,05 persen ke level US$49,8 per metrik ton, pada perdagangan kemarin.

“Pelaku pasar bisa melihat adanya koreksi dalam pasar komoditas untuk jangka pendek, setelah adanya perlambatan ekonomi China,” imbuh Taye.

Seperti diketahui, Biro Statistik Nasional China melaporkan pertumbuhan ekonomi sepanjang kuartal IV 2015 sebesar 6,8 persen, turun dibandingkan realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal sebelumnya di angka 6,9 persen.

Angka tersebut menjadikan realisasi pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun lalu hanya mencapai 6,9 persen, capaian terendah yang bisa diraih entitas ekonomi terbesar kedua di dunia dalam 25 tahun terakhir.

Zhang Yiping, Ekonom China Merchants Securities kepada Reuters mengatakan anjloknya permintaan properti di pasar China merupakan penyebab utama lambannya laju ekonomi negara tersebut sepanjang tahun lalu. Hal tersebut menurut Yiping telah menekan penjualan semen sampai baja yang diproduksi industri nasional negara tersebut.

“Kebijakan pemerintah untuk menggenjot industri properti pada 2015, tidak memberi dampak positif bagi China. Saya melihat kebijakan tersebut justru menimbulkan risiko lanjutan di 2016, yang sepertinya tidak diwaspadai pemerintah,” ujar Yiping. (gen)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER