Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) diminta tidak mengobral lebih banyak lagi fasilitas fiskal bagi para investor yang menanamkan modalnya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Pembentukan KEK oleh pemerintah sebelumnya dinilai salah kaprah, sehingga pemberian fasilitas banyak yang mubazir.
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menjelaskan Indonesia menganut sistem
free movement of capital, di mana uang investor asing bisa masuk ke dalam negeri dan sebaliknya investor lokal bisa menanamkan modalnya di luar negeri.
Selain itu menurut Faisal, bea masuk untuk hampir semua barang impor sudah mendekati 0 persen, bahkan sudah banyak yang 0 persen terutama untuk barang impor yang akan digunakan sebagai bahan baku produk-produk yang diekspor. Konsekuensinya, pengusaha bisa menikmati status kawasan bebas bea sendiri di lokasi pabriknya, tidak sebatas di kawasan khusus
bonded zones kovensional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Barang mewah pun tak sudah banyak yang tidak dikenakan pajak penjualan. Pemerintah sudah memberikan libur-pajak sampai puluhan tahun. Apa lagi yang tidak bebas? Hanya sedikit,” kata Faisal dalam blognya, dikutip Senin (25/1).
Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) kemudian mempertanyakan jika seluruh fasilitas dan kemudahan telah diberikan oleh pemerintah, lantas apa gunanya menetapkan KEK sebagai surga pemberian fasilitas fiskal?
“Salah satu yang menurut saya kebijakan yang keliru alias salah kaprah alias sesat pikir. Entah apa lagi fasilitas yang akan diberikan kepada perusahaan-perusahaan yang berada di KEK. Bukankah hampir semua sudah bebas?” kata Faisal.
Dengan memberlakukan pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN), Faisal berharap pemerintah dapat memastikan perusahaan yang memperoleh fasilitas tersebut benar-benar menjual produknya untuk pasar ekspor. Sebab semangat membebaskan PPN di KEK adalah untuk menekan biaya produksi sehingga produk tersebut bisa bersaing di pasar internasional.
“Kalau yang dijual di dalam negeri bakal beban PPN, itu namanya kebablasan,” tegas Faisal.
Penyalahgunaan PajakHal negatif lain yang berpotensi muncul dengan semakin gencarnya pemerintah memberikan fasilitas fiskal dalam KEK menurut Faisal, kebijakan tersebut hanya akan menciptakan disinsentif kepada perusahaan-perusahaan di luar KEK. Tidak heran, kalau fasilitas dalam KEK sedemikian menarik maka akan banyak pelaku industri berpindah ke KEK demi mengejar insentif.
“Tetapi kalau tidak hati-hati, KEK bisa berpontensi jadi tempat penyalahgunaan pajak dan pencucian uang. Kebijakan publik yang baik adalah yang menyelesaikan satu masalah tetapi tidak menimblkan berbagai masalah baru,” katanya.
Akhir tahun lalu, Jokowi diketahui telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2015 tentang Fasilitas dan Kemudahan di Kawasan Ekonomi Khusus dan efektif berlaku sejak diundangkan pada 28 Desember 2015.
Sesuai janjinya dalam Paket Kebijakan Ekonomi jilid VI, pemerintah mengobral beragam fasilitas dan kemudahan bagi calon pemodal di delapan KEK yaitu Tanjung Lesung (Banten), Sei Manke (Sumatera Utara), Palu (Sulawesi Tengah), Bitung (Sulawesi Utara), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Morotai (Maluku Utara), Tanjung Api-Api (Sumatera Selatan) dan Maloi Batuta Trans Kalimantan (Kalimantan Timur).
Adapun beragam insentif yang diobral meliputi:
1. Perpajakan, kepabeanan, dan cukai
2. Lalu lintas barang
3. Ketenagakerjaan
4. Keimigrasian
5. Pertanahan
6. Perizinan dan nonperizinan
Lihat juga: Pemerintah Obral Fasilitas di Kawasan Ekonomi Khusus (gen)