Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) bakal menagih pajak pertambahan nilai (PPN) lebih tinggi bagi importir produk tembakau yang dalam distribusinya tidak dilekati pita cukai. Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-49/PJ/2015 tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 174/PMK.03/2015 tentang Tata Cara Penghitungan dan Pemungutan PPN atas Penyerahan Hasil Tembakau.
Aturan yang diteken Pelaksana tugas Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi pada 31 Desember 2015 lalu menyatakan, tarif PPN sebesar 8,7 persen seperti yang ditetapkan PMK Nomor 174 hanya dikutip satu kali di tingkat importir atau produsen pada saat pemesanan pita cukai. Tarif 8,7 persen tersebut dikalikan dengan harga jual eceran hasil tembakau impor.
“Sementara PPN untuk hasil tembakau yang dalam distribusinya tidak dilekati pita cukai, dikenakan PPN sebesar 10 persen dari nilai impor untuk impor hasil tembakau oleh importir, atau dari harga jual untuk penyerahan hasil tembakau oleh pengusaha kena pajak,” ujar Ken seperti disebutkan dalam Pasal 4 aturan tersebut, dikutip Senin (1/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seluruh pembayaran PPN impor hasil tembakau tersebut kemudian wajib dilaporkan dalam dokumen CK-1. Ken menambahkan, apabila sampai 31 Maret 2016 masih terdapat pembayaran PPN yang terutang atas penyerahan hasil tembakau yang dilakukan oleh importir atau produsen bersamaan dengan saat pembayaran cukai atas penebusan pita cukai hasil tembakau melalui dokumen CK-1, maka dapat dilaporkan wajib pajak sebagai PPN disetor dimuka dalam masa pajak yang sama.
Sebelumnya Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengaku telah menyurati Kementerian Keuangan guna mengakomodir keluhan para pelaku industri rokok atas PPN tersebut.
"Kenaikan cukai menurut mereka terlalu tinggi, apalagi ditambah PPN ini. Maka itu sekarang kami ingin bagaimana industri tetap masih eksis" katanya.
Menurut Saleh, kebijakan pengenaan PPN atas produk hasil tembakau kontraproduktif dengan keberlangsungan industri rokok nasional. Kebijakan PPN yang akan dibarengi dengan kenaikan tarif cukai itu dikhawatirkan Menperin akan memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri rokok.
"Kami juga menerima teman-teman dari pada industri intinya mereka agak sedikit keberatan setelah target kenaikan cukai itu terlalu tinggi, tentu PPN ini akan menyulitkan industri rokok yang ada terutama industri yang kecil," ujar Saleh.
(gen)