Jakarta, CNN Indonesia -- Vietnam terbukti telah menjelma menjadi negara basis manufaktur baru di kawasan Asia. Data ekspor Vietnam menunjukkan sejak kuartal II 2015, nilai ekspor negara tersebut rata-rata mencapai US$ 13,95 miliar per bulan sementara Indonesia tercatat hanya mampu mengekspor US$12,17 miliar per bulan sepanjang April 2015 sampai Januari 2016.
Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri menuturkan, sudah empat tahun nilai ekspor Indonesia mengalami penurunan. Jika dibandingkan dengan nilai ekspor tahunan sepanjang 2011, nilai ekspor 2015 Indonesia turun 26,1 persen.
“Memasuki tahun 2016 penurunan ekspor berlanjut. Pada Januari 2016 nilai ekspor tercatat sebesar US$10,5 miliar. Turun dibandingkan bulan yang sama tahun lalu sebesar US$13,24 miliar maupun dibandingkan Desember 2015 sebesar US$11,92 miliar,” ujar Faisal, dikutip Selasa (16/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara, data ekspor Vietnam seperti dikutip dari tradingeconomics.com menunjukkan di awal 2016 masih mampu meningkat dibandingkan dengan bulan terakhir di 2015. Nilai ekspor Vietnam Januari 2016 tercatat US$13,8 miliar sedangkan Desember 2015 sebesar US$13,74 miliar.
“Indonesia maupun negara-negara tetangga Asean menghadapi lingkungan ekonomi dunia yang sama, namun kinerja ekspor Indonesia paling parah. Vietnam menunjukkan kinerja paling bagus, terus menerus naik dalam empat tahun terakhir,” ujarnya.
Faisal mengaku heran dengan pejabat pemerintah yang bangga dengan surplusnya neraca perdagangan Indonesia pada awal tahun ini. Padahal menurutnya, surplus tersebut bisa dicapai akibat penurunan impor yang lebih cepat dari penurunan ekspor.
“Apalagi surplusnya hanya US$50 juta pada Januari 2016. Karena sekitar tiga per empat impor berupa bahan baku dan penolong, penurunan impor mencerminkan kegiatan industri yang melemah,” tegasnya.
Ditambah lagi fakta bahwa banyak produk ekspor manufaktur yang memiliki kandungan impor tinggi, sehingga pada gilirannya memperlemah ekspor.
“Sudah saatnya pemerintah lebih memerhatikan sektor tradable, khususnya industri manufaktur, karena sektor ini menjadi tumpuan kebangkitan ekspor yang berkelanjutan,” kata Faisal.
Sebelumnya Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan surplus neraca perdagangan Indonesia sebesar US$50,6 juta pada Januari 2016 setelah pada Desember 2015 terjadi defisit US$230 juta.
Membaiknya neraca perdagangan selama Januari didorong oleh surplus perdagangan non minyak dan gas (migas). BPS mencatat ekspor non migas pada bulan lalu sebesar US$9,39 miliar, lebih sedikit dibandingkan dengan impor non migas yang sebesar US$9,23 miliar.
Namun jika dilihat secara tahunan, nilai surplus neraca perdagangan Januari 2016 anjlok jika dibandingkan dengan surplus periode yang sama tahun lalu US$632,3 juta.
"Setiap Januari memang selalu terjadi penurunan dan biasanya akan meningkat di bulan-bulan berikutnya," ujar Kepala BPS Suryamin dalam konferensi pers di kantor pusat BPS, kemarin.
Menurutnya, penurunan nilai surplus akibat masih lemahnya permintaan global menyusul pelemahan ekonomi sejumlah negara mitra dagang.
(gen)