DPR Minta BPJS Kesehatan Kejar Puluhan Ribu Korporasi Lalai

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Senin, 14 Mar 2016 19:17 WIB
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) mencatat sekitar 10 ribu perusahaan belum mendaftarkan karyawannya menjadi peserta BPJS Kesehatan.
Warga mengantre untuk mendaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan perseorangan di Kantor Cabang BPJS Jakarta Timur, Selasa (20/1). (Antara Foto/Wahyu Putro A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dewan Perwakilan Rakyat meminta  Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan membidik puluhan ribu perusahaan yang belum mengikuti ketentuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Strategi ini dinilai lebih tepat dilakukan untuk menutup defisit perseroan ketimbang menaikkan iuran premi peserta JKN.

Ketua Komisi XI DPR Dede Macan Yusuf menilai banyak strategi alternatif menutup defisit anggaran yang sebenarnya bisa dilakukan oleh BPJS Kesehatan selain mengandalkan dari kenaikan iuran premi.

Salah satunya, kata Dede, dengan mengejar perusahaan-perusahaan yang sampai saat ini belum juga mendaftarkan karyawannya sebagai peserta BPJS Kesehatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berdasarkan laporan DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) ada sekitar 10 ribu perusahaan yang belum daftarkan karyawannya BPJS Kesehatan. Kalau itu dikejar bisa untuk menutup defisit anggaran sekitar Rp7-8 triliun," tuturnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (14/3).


Dia menambahkan, Panitia Kerja BPJS Kesehatan sejak tahun lalu telah mengusulkan kebijakan ekstensifikasi ini ke Kementerian Kesehatan dan DJSN. Namun, ketidakharmonisan sistem antara BPJS Kesehatan dengan RS dan Puskesmas menjadi kendala mengingat masing-masing berada pada koordinasi kementerian yang berbeda.

"Rumah Sakit dan Puskesmas ada di bawah Kementerian Kesehatan, sedangkan BPJS selaku BUMN tidak. Sehingga masih ada ketidak-singkronan," katanya.

Untuk itu, lanjutnya, perlu ada perbaikan regulasi terkait sistem jaminan kesehatan guna mengatasi ketidakharmonisan sistem pelayanan BPJS Kesehatan ini. Salah satunya dengan merevisi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, selaku payung hukum induk.


Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat itu mengatakan, DPR sejak tahun lalu telah meminta agar rencana kenaikan iuran premi JKN ditunda hingga ada perbaikan pelayanan oleh BPJS Kesehatan.

"Kalau 1 April iuran premi BPJS Kesehatan tetap naik, kami akan menjadi inisiator untuk merevisi undang-undangnya," kata Dede Yusuf.

Dia bisa memaklumi kenaikan iuran premi JKN jika segala permasalahan yang menyangkut pelayanan BPJS Kesehatan sudah teratasi. Menurutnya, iuran premi yang rasional dan masuk akal distandarisasi untuk setiap peserta tanpa memandang kelas, masing-masing menjadi Rp35 ribu per bulan.  

"Kalau misalnya 250 juta penduduk Indonesia membayar rata-rata Rp35 ribu, defisit BPJS Kesehatan ketutup sekitar Rp8 triliun," katanya.

Politisi Partai Demokrat itu menjelaskan konsep dasar dari BPJS Kesehatan adalah distribusi pendapatan melalui pembagian beban subsidi oleh masyarakat mampu kepada masyarakat kurang mampu.

"Yang mampu suruh bayar Rp100 ribu per bulan juga tidak masalah asal pelayanannya benar, tapi ini kan kebanyakan yang tidak mampu," tuturnya.


Deddy Yusuf menambahkan, berdasarkan hitungan DJSN jumlah peserta BPJS Kesehatan yang perlu disubsidi pemerintah untuk iuran preminya saat ini sekitar 103 juta orang.

Artinya, lanjut Dede, kebutuhan subsidi premi BPJS Kesehatan yang harus ditanggung pemerintah untuk 103 juta orang, dengan asumsi besar iuran Rp35 ribu, sekitar Rp3,6 triliun. per bulan.

"Jadi poinnya, BPJS harus cari opsi-opsi yang bisa menjadikan manajerial pembayaran klaim benar-benar sesuai dengan tingkatannya," tutur Dede Yusuf. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER