Jakarta, CNN Indonesia -- Bank Indonesia (BI) mewaspadai dampak dari pelebaran defisit neraca transaksi berjalan terhadap risiko pelemahan rupiah pada tahun ini. Ia memprediksi defisit neraca transaksi berjalan pada tahun ini bakal mencapai 2,6 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), melebar dibandingkan tahun llau yang hanya 2 persen PDB.
Secara nominal, Agus memperkirakan defisit transaksi berjalan akan mencapai US$26 miliar pada tahun ini. Nilai tersebut lebih tinggi dari realisasi defisit tahun lalu yang sebesar US$17,7 miliar. Kendati demikian, lanjutnya, angka itu lebih rendah dibandingkan dengan defisit transaksi berjalan 2014 yang mencapai US$ 27,4 miliar.
"CAD (
Current Account Deficit) kita lihat di 2015 ada perbaikan, yang sebelumnya kira-kira 3 persen dari PDB turun jadi 2 persen dari PDB. Di 2016, kita perkirakan akan meningkat CAD jadi 2,6 persen dari PDB," tutur Agus dalam forum temu investor Eropa Euromoney 2016 di Jakarta, Selasa (22/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, kondisi ini perlu diwaspadai oleh Indonesia mengingat saat ini ekonomi nasional memiliki ketergantungan besar akan pembiayaan dari eksternal atau asing.
"Kalau transaksi berjalan itu surplus kita tidak perlu tergantung pada eksternal financing, tapi kalau sekarang transaksi berjalannya masih defisit," katanya.
Proyeksi pelebaran defisit tersebut didasarkan pada optimisme akselerasi pembangunan proyek infrastruktur oleh pemerintah yang memungkinkan adanya peningkatan impor barang modal dan bahan baku.
Kendati demikian, menurutnya, BI menangkap pesan yang kuat dari pemerintah yang terus berkoordinasi untuk menjaga inflasi di level yang ditargetkan, yaitu di bawah 4 plus/minus 1 persen.
"Ini yang juga membuat kami di BI nyaman dan kita melihat ekonomi kita akan semakin baik ke depannya," jelasnya.
(ags/gen)