Jakarta, CNN Indonesia -- PT XL Axiata Tbk (XL) menegaskan belanja modal (
capital expenditure/Capex) tahun ini tidak terganggu seiring kencangnya pembayaran utang perseroan di tahun ini.
Direktur Keuangan XL Mohamed Adlan bin Ahmad Tajudin mengatakan kas internal perusahaan sangat cukup untuk membiayai belanja modal senilai Rp7 triliun tanpa harus menggunakan dana eksternal. Ia mengacu pada laporan keuangan perusahaan pada tahun lalu, di mana aset lancar berada pada posisi Rp10,15 triliun, atau lebih besar dari anggaran belanja modal tahun ini.
"Memang kami banyak lakukan pembayaran utang di tahun ini, tapi itu kan aksi berbeda sehingga tak mengganggu belanja modal kami," terang Adlan di Jakarta, Selasa (29/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, tahun ini perusahaan akan membayar utang sampai Rp10 triliun yang dihasilkan dari penjualan 2.500 menara kepada PT Profesional Telekomunikasi Indonesia (Protelindo) senilai Rp3,56 triliun dan pelaksanaan penawaran umum (
rights issue) sebesar US$500 juta.
Namun menurutnya, sumber pendanaan belanja modal perusahaan tidak ada yang berasal dari kedua aksi tersebut. Sehingga jika kedua hal tersebut tidak berjalan dengan semestinya, belanja modal perusahaan seharunya masih tetap aman.
"Posisi kas internal kami di akhir tahun lalu sudah sangat mencukupi untuk belanja modal. Bahkan bisa dibilang, pendapatan sebelum pajak, bunga, depresiasi, dan amortisasi (
Earning before Interest, Tax, Depreciation, and Amortization/EBITDA) kami di tahun lalu sudah bisa menutup belanja modal kami di tahun ini," tambahnya.
Sesuai dengan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sebanyak 60 persen belanja modal tersebut akan digunakan untuk pengembangan jaringan 4G LTE dan sisa 40 persen digunakan untuk teknologi informasi. Angka belanja modal tersebut meningkat 70,7 persen dibanding tahun sebelumnya sebesar Rp4,1 triliun.
Margin EBITDA 40 PersenDi samping itu, ia juga menargetkan pertumbuhan EBITDA bisa melebihi pertumbuhan pendapatan yang didukung sentimen penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika sehingga beban perusahaan dalam valuta asing bisa lebih efisien di tahun ini.
Dengan demikian, ia menghitung rasio EBITDA terhadap pendapatan (margin EBITDA) di akhir tahun ini bisa lebih besar dibanding tahun kemarin.
Menurut laporan keuangan perusahaan, margin EBITDA selama dua tahun terakhir bersifat stagnan di angka 36,6 persen. Ia berharap, tahun ini margin EBITDA bisa kembali menyentuh angka 40 persen, sama seperti 2013.
"Kami harapkan ada performa yang semakin membaik antar kuartal karena rupiah sekarang
much stronger. Kami selalu menilai performa dari EBITDA, sehingga kalau margin EBITDA bisa sampai 40 persen itu sudah cukup bagus," tambahnya.
Sebagai informasi, EBITDA perusahaan di 2015 tercatat sebesar Rp8,39 triliun atau menurun 2,66 persen dari angka tahun sebelumnya sebesar Rp8,62 triliun. Kendati EBITDA menurun, namun perusahaan mencatatkan rugi bersih sebesar Rp631 miliar atau lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya di mana perusahaan merugi Rp1 triliun.
(gen)