Yustinus Prastowo
Yustinus Prastowo
Kolomnis adalah Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA). Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara dan Pasca Sarjana Universitas Indonesia ini berpengalaman sebagai auditor pajak dan analis kebijakan publik.

Musim Lapor Pajak Telah Tiba!

Yustinus Prastowo | CNN Indonesia
Jumat, 01 Apr 2016 14:37 WIB
Sudah selayaknya pemerintah menjauhkan diri dari janji dan target pajak yang terlalu muluk, namun abai mengukur kemampuan sendiri.
Sejumlah warga melakukan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Orang Pribadi Tahun 2014 secara daring (e-filling) di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis, 19 Maret 2015. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNNIndonesia.com
Jakarta, CNN Indonesia -- Setiap komunitas membutuhkan ritual. Secara sosiologis ritual bermanfaat merawat ingatan kolektif dan menegaskan ketunggalan nilai dan identitas, termasuk membangun kesadaran bersama.

Tak terkecuali dengan hajatan penyampaian SPT Tahunan di bulan Maret dan April ini. Masyarakat berduyun-duyun mendatangi kantor pajak untuk menunaikan kewajiban perpajakan.

Hal yang sekilas tampak biasa ini justru menjadi penting disimak dan dicermati.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pajak kerap dipandang miring dan dijauhi, namun diakui sebagai hal penting. Melalui pelaporan pajak – interaksi negara dan warganegara berlangsung lebih intim. Ada momen bersama yang menabalkan pentingnya sebuah ingatan kolektif tentang pilar penyangga kehidupan berbangsa.


Hal lain yang juga tak kalah penting adalah antusiasme publik yang  ingin berpartisipasi menjadi wajib pajak baru, mengisi SPT, dan terutama melaporkan SPT secara online (efiling).

Presiden Joko Widodo pun menyempatkan diri memberi contoh menyampaikan SPT secara elektronik di sela-sela kunjungan kerjanya di Palembang.

Tak mau ketinggalan, banyak tokoh politik dan pejabat negara yang ambil bagian menyosialisasikan pentingnya menyampaian SPT dan memanfaatkan layanan daring: mudah, murah, cepat!

Begitu kira-kira ciri layanan ini. Bukan sekedar demam teknologi, ini merupakan terobosan penting yang akan memudahkan semua pihak, baik wajib pajak maupun Ditjen Pajak.

Wajib pajak tak perlu kehilangan banyak waktu dan upaya, bahkan mengisi dan menyampaikan SPT semudah berselancar di gawai. Sementara kantor pajak diuntungkan dengan berkurangnya beban administrasi dan  efektivitas perekaman data. Dan kita semua diuntungkan dengan program yang ramah lingkungan karena nirkertas.


Namun tingginya animo publik belum bersambut dengan kapasitas teknologi yang tersedia. Ikhtiar memberikan pelayanan yang mudah dan murah serta dan berjibakunya para pranata teknologi di Ditjen Pajak harus realistis pada keadaan yaitu kapasitas server dan kemungkinan ada peretas.

Situasi ini ibarat seperti sebuah truk raksasa yang akan masuk sebuah gang atau pesta perkawinan berkapasitas 500 kursi tapi dihadiri 1000 tamu.

Di titik ini kita dapat mengambil pelajaran penting bahwa perencanaan yang baik mutlak ada. Bahwa sebaiknya seluruh SPT sudah disampaikan secara daring, pemrosesan yang cepat sehingga mudah ditindaklanjuti, dan integrasi data perpajakan – dimaklumi sebagai ideal yang ingin digapai.

Namun layaknya problem birokrasi pada umumnya, aneka kebutuhan tak bisa dengan mudah dipenuhi. Persoalan ketersediaan anggaran, persetujuan, pengadaan, dan pertanggungjawaban kerap menjadi batu sandungan.

Target yang ambisius – 7 juta wajib pajak menyampaikan SPT secara daring – juga semakin menambah tekanan.

Sudah selayaknya kita menjauhkan diri dari janji dan target yang terlalu muluk namun abai mengukur kemampuan sendiri.

Kemendesakan reformasi perpajakan semakin mendapat tempat. Program jangka pendek yang tambal sulam tak mungkin dipertahankan lagi. Antusiasme publik yang tak bertemu dengan harapan berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan kepada institusi perpajakan, terlebih terhadap program-program baru yang sejatinya bagus di masa mendatang.

Pemberian kesempatan lebih panjang untuk menyampaikan SPT secara daring layak diapresiasi sebagai sikap bijak meski terkesan menjadi antiklimaks dari kampanye yang amat masif.

Pemerintah dan DPR harus segera duduk bersama untuk merumuskan dukungan konkret bagi perbaikan sistem administrasi di Ditjen Pajak, supaya kinerja pemungutan pajak lebih optimal.

Jika pelayanan merupakan wajah terdepan komitmen pemerintah bagi publik, tak ada alasan lagi untuk tak memanjakan wajib pajak dengan aneka kemudahan.

Terlepas dari perbincangan soal pelaporan SPT, ada baiknya Ditjen Pajak pun tetap awas. Ritual tahunan ini tetap perlu ditempatkan dalam konteks pencapaian target penerimaan 2016 yang masih belum memuaskan.

Ukuran capaian tentu saja bukan sekedar jumlah wajib pajak yang melapor – manual maupun elektronik – tetapi kepatuhan material yang meningkat. Isi perut SPT yang dilaporkan jauh lebih penting ditindaklanjuti ketimbang perlombaan menghitung angka.

Konsolidasi fungsional pemeriksa pajak dan penyidik pajak beberapa waktu lalu merupakan sinyal kuat bagi kesiapan melakukan penegakan hukum.

Jika SPT adalah bahan dasar untuk melakukan pengujian kepatuhan pajak, seyogianya kesiapan melakukan pemeriksaan pajak akan lebih baik mengingat target Rp 1.360 trilyun bukan jumlah sedikit.

Ditjen Pajak harus mampu meniti tali uji yang sungguh tak mudah: tahun penegakan hukum, rencana pengampunan pajak, ekonomi yang belum pulih dan butuh insentif, dan beban target yang berat di pundak namun remunerasi justru diturunkan.

Tulisan ini tak perlu diperpanjang ke hal teknis yang akan merusak suasana pesta.

Sekedar mengingatkan, dua puluh tahun lalu Casanegra de Jantscher mengatakan bahwa “in developing countries, tax administration is tax policy”.

Hari-hari ini ucapan tersebut menemukan kebenarannya. Kita sedang disuguhi aneka perbaikan dan layanan administrasi. Hal baik namun tak mencukupi bagi masa depan sistem perpajakan kita.

Kita tetap perlu merangkai visi dan menuntaskan berbagai prasyarat yang dibutuhkan: revisi UU Perpajakan agar lebih adil dan berkepastian hukum, inisiasi nomor identitas tunggal, pemisahan Ditjen Pajak dari Kementerian Keuangan, dan pengembangan sistem administrasi berbasis teknologi informasi yang terpadu.


Langkah yang telah dirintis saat ini tentu saja akan menjadi pondasi bagi masa depan. Dan saat ini kita sedang menikmati ritual tahunan yang menegaskan pentingnya pajak sebagai nadi pembangunan bangsa.

Kita berharap ada energi dan gairah baru yang diserap dan dampaknya kepatuhan pajak akan meningkat. Relasi negara dan warganegara dipererat dan diteguhkan.

Alih-alih meratap dan bersedih, selayaknya kita merayakannya dengan gembira meski tetap harus awas dan waspada. Selayaknya wajib pajak menjadi primadona! (ags/dlp)
LEBIH BANYAK DARI KOLUMNIS
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER