Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) siap melakukan pembahasan usulan perluasan objek barang kena cukai bersama Kementerian Keuangan demi mengamankan penerimaan negara.
Anggota Komisi XI DPR Indah Kurnia berpendapat, Indonesia terlalu bergantung pada penerimaan cukai hasil tembakau (CHT). Sementara penerimaan cukai dari minuman yang mengandung etil alkohol (MMEA) dan etil alkohol porsinya tidak terlalu besar menyumbang ke dompet negara.
Dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016, setoran cukai ditargetkan menyumbang Rp146,4 triliun atau 78 persen terhadap total target penerimaan cukai dan bea masuk tahun ini Rp186,5 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari keseluruhan target penerimaan cukai, produk hasil tembakau ditargetkan menyumbang Rp139,8 triliun atau setara dengan 95 persen target cukai.
“Pemerintah perlu memperluas basis cukai agar penerimaan negara bertambah. Segala bentuk penambahan penerimaan negara, tentu akan kami dukung," kata Indah, Selasa (5/4).
Indonesia menurut Indah jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain yang lebih variatif mengenakan objek cukai demi mengamankan penerimaan negara maupun melindungi warganya dari dampak negatif barang yang dikenakan cukai.
“Karena hanya ada tiga jenis objek cukai, pemerintah sangat bergantung kepada ketiganya. Padahal cukai ini tak hanya berpotensi menghasilkan pendapatan baru bagi pemerintah, tetapi juga menekan perilaku konsumsi barang yang tak baik di masyarakat,” katanya.
Rendahnya realisasi penerimaan perpajakan dan cukai dari target APBN 2016, mendorong pemerintah untuk mencari sumber pendapatan lain. Sampai akhir Februari 2016, penerimaan pajak hanya mencapai Rp122,4 triliun atau setara dengan 9 persen target penerimaan pajak 2016 sebesar Rp1.360 triliun.
Setali tiga uang dengan penerimaan pajak, penerimaan cukai juga tidak menunjukkan hasil menggembirakan. Realisasi penerimaan bea dan cukai per 29 Februari hanya mencapai Rp8,1 triliun, anjlok Rp14,4 triliun dibanding pencapaian pada periode yang sama tahun lalu.
Hal ini disebabkan oleh jatuhnya penerimaan cukai yang hanya mencapai Rp2,3 triliun, lebih rendah 86,7 persen dibanding pencapaian tahun lalu.
Masalah ini, menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi dikarenakan oleh kenaikan tarif cukai rokok di tahun 2016.
“Pabrikan menarik pembelian ke akhir tahun 2015, sehingga pendapatan Januari – Februari 2016 kecil.”
Sebelumnya Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengaku tengah mengkaji dua barang sebagai tambahan objek kena cukai, yakni plastik dan bahan bakar minyak (BBM).
Dasar pengenaan cukai adalah dampak terhadap lingkungan, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 37 tahun 2009 yang menyatakan suatu barang bisa dikenakan cukai apabila konsumsinya perlu dikendalikan dan menimbulkan dampak buruk pada kesehatan dan lingkungan.
Sebelum kebijakan ini dikasanakan, pemerintah terlebih dahulu akan melakukan konsultasi ke DPR.
“Walaupun bentuknya bukan Undang–Undang, penambahan objek cukai tentunya harus melewati persetujuan DPR. Kami akan mengajukan opsi ini di masa sidang DPR berikutnya di bulan April ini. Kami juga akan bahas dengan industri terkait,” kata Suahasil.
Sebelum wacana plastik dan BBM mengemuka, sudah ada deretan komoditas lain yang menjadi pertimbangan pemerintah seperti minuman berpemanis dan bersoda dan monosodium glutamate (MSG) yang menjadi wacana sejak 2012.