Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan 2.537 masalah pengelolaan keuangan negara selama semester II 2015, dengan estimasi dampak finansial mencapai 9,87 triliun. Dari temuan tersebut, lebih dari separuhya atau sebanyak 1.401 kasus (55 persen) merugikan negara senilai Rp710,91 miliar.
Sementara sebanyak 453 kasus (18 persen) yang ditemukan BPK berpotensi merugikan negara, sedangkan sisanya 683 kasus (27 persen) menyebabkan kekurangan penerimaan senilai Rp8 triliun.
Semua itu terangkum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2015, yang disampaikan Ketua BPK Harry Azhar Azis kepda Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Selasa (12/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Harry menjelaskan dalam IHPS II 2015 terdapat 704 laporan hasil pemeriksaan yang terkait pengelolaan keuangan negara oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Berdasarkan hasil audit BPK tersebut, ditemukan 6.548 temuan yang memuat 8.733 permasalahan.
Permasalahan ketidakpatuan terhadap ketentuan perundang-undangan yang paling banyak, yakni mencapai 6.558 temuan atau 75 persen dari total temuan bermasalah. Sisanya sebanyak 2.175 temuan (25 persen) menyangkut kelemahan Sistem Pengawasan Internal (SPI).
"Dari permasalahan ketidakpatuhan tersebut, sebanyak 2.537 permasalahan (39 persen) merupakan permasalahan berdampak finansial senilai Rp9,87 triliun," jelas Harry.
Sementara untuk temuan yang tidak berdampak terhadap keuangan negara, Harry mengungkapkan ada 4.021 permasahan (61 persen). Rinciannya, 1.121 permasalahan (28 persen) berupa penyimpangan administrasi dan 2.900 permasalahan (72 persen) faktor pemborosan, dan ketidakefektifan senilai Rp1,61 triliun.
(ags/gen)