Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tengah memeriksa laporan pengembalian biaya operasi dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi pertambangan minyak dan gas (
cost recovery) milik 83 kontraktor kontrak kerja Sama (KKKS) untuk tahun buku 2015.
Berdasarkan hasil audit sementara, BPK menemukan lagi potensi kelebihan pembayaran
cost recovery seperti yang terjadi tahun lalu di angka hampir sebesar Rp 6 triliun.
Anggota VII BPK Achsanul Qosasi menjelaskan pemeriksaan
cost recovery KKKS sampai saat ini masih berjalan dan ditargetkan selesai bulan ini. Kendati belum selesai, dia memastikan akan ada koreksi nilai dari
cost recovery yang diminta oleh KKKS untuk dibayar pemerintah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada 83 KKKS yang kami periksa
cost recovery-nya dan kemudian akan kami sampaikan ke Kemenkeu mana yang layak bayar. Sekarang ini belum final. Tapi kalau berbicara ada yang kelebihan, ada yang dikoreksi, itu banyak sekali," jelasnya di Gedung BPK, Jakarta, kemarin.
"Tahun ini kami belum tahu. Pasti ada koreksi, cuma besarannya berapa kami belum tahu. Memang ada yang kelebihan. Kalau kelebihan (misalnya) uS$ 80 juta, kalau ada koreksi dari BPK maka harus dikembalikan," tuturnya.
Mantan politisi Partai Demokrat itu mengaku sejauh ini tidak melihat adanya unsur penipuan yang melanggar hukum dari kelebihan
cost recovery yang dilaporkan KKKS. Namun, jika dalam prosesnya nanti ditemukan niat jahat untuk mengelabui sistem keuangan negara, Achsanul memastikan itu akan menjadi urusan aparat penegak hukum.
"Sejauh ini tidak ada pelanggaran. Saya lihat semangatnya saja. Kalau saat
reimburst itu semangatnya ingin mengelabui atau apa. Tentunya kalau ada niat jahat untuk kelabui keuangan negara, itu urusan aparat penegak hukum," tuturnya.
(gen)