Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pusat Statistik (BPS) meminta pemerintah mengoptimalkan industri manufaktur untuk menekan tingkat ketimpangan pendapatan penduduk.
BPS mencatat koefisien gini penduduk Indonesia pada September 2015 sebesar 0,40 atau meningkat 0,01 poin dari periode Maret 2015 sebesar 0,41. Sementara, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016 pemerintah menargetkan koefisien gini sebesar 0,39.
“Pemerintah bisa mendorong sektor yang bisa mengolah bahan baku dalam negeri, misalnya dari sektor pertanian, nanti sektor pertanian akan naik. Kalau (bahan baku) diolah di sini, nilai tambahnya akan meningkat,” tutur Kepala BPS Suryamin di kantornya, Jakarta, Senin (18/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Suryamin, untuk menekan gini ratio, pemerintah perlu meningkatkan pendapatan kelompok masyarakat kelas menengah ke bawah. Salah satu caranya, lanjut Suryamin, dengan mendorong industri pengolahan (manufaktur) baik untuk skala industri kecil dan menengah maupun besar.
“Yang tadinya Indonesia hanya menjual rumput laut kalau dibuat industri pengolahan rumput laut yang bisa menghasilkan kosmetik, obat-obatan, maka akan ada orang yang bekerja di industri pengolahan itu dan upahnya akan jauh berbeda dengan menjadi buruh tani,” ujarnya.
Selain itu, meningkatnya kinerja industri pengolahan juga akan mendongkrak nilai tambah (
value added) dari bahan mentah nasional yang pada akhirnya akan meningkatkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB).
“Kalau sektor itu (riil) yang digenjot, saya yakin akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menekan gini ratio,” ujarnya.
Sementara Deputi Bidang Fiskal dan Moneter Kementerian Koordinator Perekonomian Bobby Hamzah di Palembang menyebut pendapatan perkapita penduduk Indonesia diperkirakan akan melesat pada 2045 menembus US$11 ribu sebagai dampak dari bonus demografi.
Bobby mencatat saat ini penduduk Indonesia masih memiliki penghasilan perkapita sebesar US$3.500, namun pada 2045 bakal masuk dalam kategori negara berpenghasilan menengah ke atas.
"Pada 2045 itu, Indonesia akan meninggalkan kondisi kritisnya sebagai negara berpenghasilan rendah ke negara berpenghasilan menengah karena pengaruh dari perubahan komposisi penduduk yakni didominasi usia produktif," kata Bobby dikutip dari kantor berita Antara.
Namun diakuinya, upaya pemerintah meningkatkan pendapatan penduduk dalam beberapa dekade ke depan tidak mudah. Pasalnya perekonomian dalam negeri sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dunia. Hal tersebut tercermin dari penurunan pertumbuhan sektor rill dari 6,2 persen menjadi 4,8 persen, sektor investasi dari 8,9 persen menjadi 4,3 persen, dan kemerosotan ekspor dan impor sepanjang 2015.
"Kondisi ini jelas berimbas karena sudah meningkatkan pengangguran terbuka dan penduduk miskin," kata dia.
Karena itu pula, negara harus berjuang keras untuk menjaga arah percepatan ekonomi sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Salah satunya, dengan mengubah kebijakan fiskal pada 2014 dengan menggeser belanja Bahan Bakar Minyak bersubsidi ke bidang produktif, seperti pembangunan infrastruktur.
Sedangkan dibidang moneter dengan fokus mengendalikan inflasi dengan meningkatkan koordinasi di lini lapangan dibawah koordinasi Bank Indonesia agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga diatas 5 persen.
(gen)