Genjot Pariwisata, Lembaga Keuangan Didorong Salurkan Kredit

Elisa Valenta Sari | CNN Indonesia
Selasa, 19 Apr 2016 16:18 WIB
Guna membiayai pengembangan sektor pariwisata OJK akan mengupayakan regulasi dan insentif bagi lembaga keuangan.
(kiri-kanan) Jason Ekberg selaku Head of Oliver Wyman Indonesia, Chairman Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad, dan CEO Modalku Reynold Wijaya saat menghadiri acara Indonesia FinTech Conference dihelat di JW Marriot, Jakarta Selatan, Selasa (19/4). (CNN Indonesia/Hani Nur Fajrina)
Jakarta, CNN Indonesia --
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong masuknya Lembaga Jasa Keuangan (LJK) dalam pengembangan destinasi dan industri pariwisata di Indonesia.

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad mengatakan, guna membiayai proyek-proyek pengembangan pariwisata dalam jangka panjang pihaknya akan mengupayakan regulasi dan insentif bagi lembaga-lembaga keuangan yang selama ini memiliki dana besar.

Tak hanya itu itu, Muliaman bilang OJK juga akan membuka akses pembiayaan dari pasar modal dan pasar keuangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Namun kita tidak dapat memungkiri pengembangan industri pariwisata perlu modal. Objek wisata yang begitu indahnya tanpa dukungan infrastruktur yang memadai, kita akan sulit untuk mengembangkannya begitupun dengan industri pendukung lainnya," ujar Muliaman dalam penandatanganan kerjasama dengan Kementerian Pariwisata, di Jakarta, Selasa (19/4).

Mengutip catatan pemerintah, sektor pariwisata merupakan penghasil devisa negara terbesar Nomor 4 setelah sektor pertambangan dan perkebunan.

Oleh sebab itu, pengembangan 10 destinasi pariwisata baru tersebut sangat besar potensi bagi Negara untuk meningkatkan pendapatannya sehingga diperkirakan akan menjadi Rp240 Triliun pada 2019.
 
Selain itu, dengan adanya pengembangan 10 destinasi pariwisata baru diharapkan juga akan menambah lapangan pekerjaan sebanyak 13 juta jiwa dan akan menambah wisatawan mancanegara menjadi sebesar 20 juta jiwa.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan selama ini pengembangan pariwisata tidak bisa dioptimalkan melalui APBN. Pasalnya, APBN hanya diperuntukan untuk membangun infrastruktur dasar.
"Kontribusi pariwisata terhadap PDB hanya 9 persen. Padahal potensi kita jauh lebih besar dari Malaysia dan Thailand. Kita ingin putus ketergantungan pembiayaan dari World Bank. Return yang tinggi harus dinikmati oleh dalam negeri," kata Arief.

Lebih jauh Arief menjelaskan, sebagai salah satu sektor prioritas dalam rencana pembangunan lima tahun ke depan, kebutuhan investasi di bidang pariwisata sangat besar lantaran akan ada penambahan 120 ribu kamar hotel, 15 ribu restoran, 100 taman rekreasi, 100 operator diving, 100 mariba, 100 kawasan ekonomi khusus dan infrastruktur lainnya.

Sebagai tahap awal, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) bakal melakukan perjanjian kerjasama dengan pembiayaan pengembangan destinasi dan industri pariwisata yang besarnya diproyeksikan mencapai Rp2 triliun hingga Rp10 triliun.

Sebagaimana diketahui, saat ini terdapat sepuluh destinasi wisata itu yang akan digencarkan oleh pemerintah. Kesepuluh destinasi yang dimaksud meliputi: Danau Toba, Belitung, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Candi Borobudur, Gunung Bromo, Mandalika Lombok, Pulau Komodo, Taman Nasional Wakatobi, dan Morotai.
(dim/gen)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER