Jakarta, CNN Indonesia -- Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai tarif tebusan dalam Rancangan Undang Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty masih terlalu rendah jika dibandingkan dengan tarif normal yang selama ini berlaku.
Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo mengatakan pemerintah menyebut tujuan pengampunan adalah meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek, memperluas basis pajak, dan repatriasi dana dari luar negeri.
“Tidak dimungkiri, program ini dapat menjadi jalan keluar bagi stagnasi yang kita alami. Namun tanpa visi yang jelas dan persiapan yang matang, program ini berpotensi tidak efektif,” ujarnya dalam keterangan resmi, Minggu (1/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, program pengampunan pajak yang efektif diukur, salah satunya dengan menjamin manajemen data yang baik pasca-pengampunan. Otoritas jajak, lanjutnya, harus dipastikan mampu melakukan
profiling,
mapping, tindak lanjut, dan pengawasan yang efektif, sehingga potensi pajak di masa mendatang dapat dijamin menjadi tambahan penerimaan pajak yang berdaya lanjut, partisipasi meluas, dan kepatuhan meningkat.
“Pasca-pengampunan juga harus dipastikan adanya sistem penegakan hukum yang efektif, antara lain melalui audit pajak sebagai efek penjera, termasuk implementasi pertukaran informasi otomatis (Automatic Exchange of Information) di 2018,” katanya.
Ia menambahkan, untuk menjamin rasa keadilan bagi wajib pajak yang telah menjalankan kewajibannya dengan baik, Pemerintah dan DPR didorong untuk memberikan imbalan (reward) kepada wajib pajak tersebut, misalnya moratorium pemeriksaan pajak.
Yustinis menjelaskan, demikian pula dapat diberikan insentif bagi wajib pajak skala menengah-kecil agar menikmati tarif yang lebih rendah, sebagai bentuk keberpihakan kepada sektor Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM).
“Demi lebih diuntungkannya pemerintah dan publik, diusulkan tarif tebusan menjadi sekurang-kurangnya 5 persen (repatriasi) dan 10 persen (non-repatriasi), dan 2 persen (skala UMKM).
Menurut Yustinus, rendahnya tarif tebusan dapat dipandang sebagai kekalahan Pemerintah yang merupakan representasi kedaulatan rakyat dari kekuatan modal yang patut diduga mendapatkan keuntungan paling banyak dari Program Pengampunan Pajak ini.
“Untuk meningkatkan posisi tawar dan mengukur efektivitas pemungutan pajak, pemerintah didesak untuk terlebih dahulu melakukan tindak lanjut terhadap data Panama Papers, Swissleaks, Offshore leaks, dan data akurat lainnya yang diklaim telah dimiliki pemerintah,” imbuhnya.
Ia menilai penegakan hukum ini penting untuk menjaga kredibilitas pemerintah dan memenuhi rasa keadilan publik. Menurutnya pelaksanaan Pengampunan Pajak yang terburu-buru tanpa perhatian dan tindak lanjut yang memadai dapat menimbulkan kesan bahwa pemerintah lemah, tidak beritikad baik, dan menjadi sarang impunitas.
(gir)