Jakarta, CNN Indonesia -- Kebijakan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mewajibkan 23 bank penerbit kartu kredit untuk melaporkan data transaksi nasabahnya mulai Maret 2016 berimbas negatif bagi bisnis PT Bank Central Asia Tbk (BCA).
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menuturkan, kebijakan itu membuat banyak nasabah ketakutan sampai akhirnya menutup kartu kredit miliknya pada bank dengan kapitalisasi terbesar di Indonesia itu.
"Sejak peraturan itu berlaku ada 3 kali lipat penutupan kartu kredit BCA, mutasi harian kami turun dari Rp147 miliar per hari langsung turun ke Rp120 miliar," ujar Jahja di Jakarta, Selasa (17/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jahja menduga penutupan tersebut dilakukan oleh para nasabahnya akibat adanya kekhawatiran transaksi kartu kreditnya akan ditelisik oleh otoritas pajak. Ditambah adanya efek kejut yang dirasakan oleh para nasabah yang pola pikirnya masih konvensional.
"Berarti, dalam tanda petik ada dari mereka (yang menutup kartu kredit) karena selama ini pelaporan pajaknya tidak benar, tapi ada juga yang
zero effect, mereka sudah tidak berpikir lagi wah ini bahaya, ya sudah mereka main tutup saja," kata Jahja.
Benturan AturanIa menilai diterbitkannya aturan tersebut menjadi contoh ketidakselarasan aturan yang dibuat oleh instansi pemerintah. Sebab di sisi lain, otoritas moneter dan jasa keuangan tengah meningkatkan pola transaksi tanpa menggunakan uang tunai yang salah satunya akan digenjot melalui penggunaan kartu kredit.
"Padahal Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang meningkatkan
cashless society atau bagaimana mengurangi peredaran uang tunai biar lebih efisien. Ini yang menjadi dilematis dan menjadi satu hal yang tidak
match antar regulasi," jelas Jahja.
(gen)