Risiko Meningkat, Bank Dunia Pangkas Proyeksi Ekonomi Global

Agust Supriadi | CNN Indonesia
Rabu, 08 Jun 2016 06:10 WIB
Perekonomian global diproyeksi hanya tumbuh 2,4 persen, turun dari sebelumnya 2,9 persen (Januari). Risiko ledakan utang swasta mengancam negara berkembang.
Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim mengaku prihatin terhadap perlambatan tajam ekonomi neagra-negara berkembang yang mengandalkan ekspor komoditas. (Reuters/Ruben Sprich)
Washington, CNN Indonesia -- Bank Dunia memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini menjadi 2,4 persen dari prediksi sebelumnya 2,9 persen pada Januari lalu.

Revisi ini mempertimbangkan perlambatan ekonomi sejumlah negara maju, harga komoditas yang rendah, masih lemahnya perdagangan global, dan berkurangnya arus modal.

Dalam Laporan Prospek Ekonomi Global terbaru Bank Dunia disebutkan, negara-negara berkembang dan eksportir komoditas berjuang untuk beradaptasi dengan tren pelemahan harga minyak dan komoditas kunci lainnya. Fenomena kejatuhan harga komoditas ini menyumbang separuh dari koreksi ke bawah prospek ekonomi global.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perekonomian negara-negara berkembang yang mengandalkan ekspor komoditas ini diprediksi hanya akan tumbuh 0,4 persen dari proyeksi sebelumnya 1,2 persen pada Januari.

"Perlambatan pertumbuhan ini menggarisbawahi mengapa sangat penting bagi setiap negara untuk mengeluarkan kebijakan yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya yang hidup dalam kemiskinan ekstrim," kata Presiden Grup Bank Dunia, Jim Yong Kim melalui keterangan resmi yang dirilis di Washington, AS, Selasa (7/6) atau Rabu (8/6) dini hari waktu Jakarta. 

Menurut Kim, pertumbuhan ekonomi tetap merupakan faktor penting untuk untuk mengurangi kemiskinan. "Itulah sebabnya kami sangat prihatin dengan pertumbuhan yang melambat tajam di negara-negara berkembang eksportir komoditas akibat harga komoditas yang tertekan."

Sementara itu, negara-negara berkembang yang berperan sebagai importir komoditas relatif lebih tangguh meskipun manfaat dari kejatuhan harga-harga energi dan komoditas lainnya lambat dirasakan. Ekonomi negara-negara ini diperkirakan akan tumbuh sekitar 5,8 persen pada 2016, turun sedikit dibandingkan proyeksi tahun sebelumnya yang 5,9 persen. Pertumbuhan ekonomi negara-negara ini terjaga berkat harga energi yang rendah dan pemulihan moderat negara maju.

Di antara negara-negara pasar utama negara berkembang, perekonomian China diperkirakan hanya akan tumbuh sebesar 6,7 persen pada 2016, turun dari 6,9 persen pada tahun lalu.

Sementara dari India, ekspansi ekonominya diramalkan masih akan cukup kuat dan stabil dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,6 persen pada tahun ini.

Sedangkan Brazil dan Rusia diprediksi masih akan berkutat dalam resesi ekonomi yang lebih dalam dari perkiraan Januari. Afrika Selatan diperkirakan perekonomiannya tumbuh 0,6 persen pada 2016, turun 0,8 poin dari perkiraan Januari.

Waspada Ledakan Utang Swasta

Dalam laporan ini, Bank Dunia mengingatkan risiko di pasar uang negara-negara berkembang menyusul meningkatnya kredit ke sektor swasta secara signifikan. Hal ini dipicu oleh rezim suku bunga rendah di tengah tingginya kebutuhan pembiayaan.

"Perekonomian negara maju tengah berjuang untuk mendapatkan traksi, sedangkan sebagian besar perekonomian di Asia Selatan dan Asia Tenggara masih akan tumbuh kokoh, seperti halnya negara-negara berkembang importir komoditas di seluruh dunia," ujar Kepala Ekonom dan Wakil Presiden Senior Bank Dunia, Kaushik Basu.

Namun, ia mengingatkan, negara-negara berkembang yang mengalami pertumbuhan pesat perlu berhati-hati terhadap risiko utang swasta yang meroket. "Waspadai ledakan pinjaman, yang tidak jarang diwarnai kredit macet perbankan, karena pinjaman bruto meningkat empat kali lipat," tandas Basu. (ags)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER