Guru Besar UI: FCTC Berpotensi Picu Kartel Tembakau

Gentur Putro Jati | CNN Indonesia
Selasa, 14 Jun 2016 10:48 WIB
Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia menilai FCTC bertujuan mengendalikan produksi tembakau dari hulu ke hilir.
Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia menilai FCTC bertujuan untuk mengendalikan produksi tembakau dari hulu ke hilir. (CNN Indonesia/Gloria Safira Taylor)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ratifikasi kerangka kerja pengendalian tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang dirancang oleh World Health Organization (WHO) dinilai berpotensi menimbulkan praktik kartel tembakau di Indonesia. Pasalnya, FCTC bertujuan untuk mengendalikan produksi tembakau, dari hulu atau pertanian tembakau sampai dengan produk jadi atau rokoknya.

"Kartel bisa muncul mengingat kuota tembakau yang dapat dihasilkan di suatu negara akan diatur. Bila di suatu negara jumlah perokok tidak sebanding dengan produksi tembakau yang dihasilkan ini akan berakibat pada negara tersebut mengimpor daun tembakau atau rokok yang telah jadi. Bagi Indonesia ini merepotkan bila jumlah perokok tidak mampu ditekan namun produksi daun tembakau berdasarkan FCTC telah dikurangi secara signifikan,” ujar Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia dalam riset, dikutip Selasa (14/6).

Oleh karena itu, Hikmahanto menilai pemerintah sebaiknya tidak pelu meratifikasi FCTC yang menurutnya justru akan menjadikan Indonesia pasar ekspor tembakau negara lain. Selain itu, Indonesia menurutnya sudah memiliki Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, yang lebih ketat ketimbang FCTC.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Jika diperhatikan, beberapa ketentuan di dalam PP 109 sebenarnya lebih ketat dibandingkan dengan apa yang diatur dalam FCTC. Untuk itu, Pemerintah sebaiknya fokus dalam menerapkan dan menegakkan PP 109. Tidak serta merta peraturan internasional lebih efektif dalam mengatur pengendalian tembakau,” ujar Hikmahanto.

Menurutnya pemerintah juga tidak perlu khawatir bila memutuskan untuk tidak meratifikasi FCTC, sebab bila itu terjadi negara ini bukanlah satu-satunya negara yang menolak kerangka aturan tersebut, tapi kita hanya mengikuti langkah dari negara-negara besar lain seperti Amerika Serikat, Swiss, Kuba, dan Argentina.

Budidoyo, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) berharap, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) menolak konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau tersebut.

Menurutnya, aksesi FCTC akan mengakibatkan dua juta petani tembakau kehilangan penghidupan yang layak karena FCTC mendorong negara anggotanya untuk menggantikan tembakau dengan tanaman lainnya.

Menurut dia, tembakau merupakan komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan sudah turun-temurun dibudidayakan di Indonesia. Tembakau merupakan tanaman yang sangat cocok pada iklim tropis seperti Indonesia.

Ia mengatakan aksesi FCTC juga bertentangan dengan produk hukum Indonesia, di antaranya UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman dan UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan dan Perlindungan Petani yang prinsipnya petani memiliki kebebasan untuk menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaan.

Selain itu juga bertentangan dengan UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yang menyatakan bahwa tembakau merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis.

Sebelumnya, lima asosiasi industri hasil tembakau (IHT) telah mengirimkan surat kepada Presiden Jokowi untuk menolak pemberlakuan FCTC di Indonesia. Kebijakan tersebut dinilai hanya akan mematikan industri rokok nasional.

Lima asosiasi itu adalah Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI), Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM-SPSI), Paguyuban Mitra Produksi Sigaret Indonesia (MPSI), dan Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (FORMASI). (gir)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER