Jakarta, CNN Indonesia -- Industri Bank Pembangunan Daerah (BPD) menggelontorkan kredit sebesar Rp333,80 triliun hingga April 2016. Pencapaian ini tercatat tumbuh 8,35 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Raihan ini sekaligus membuktikan kinerja bank daerah lebih mengilap ketimbang industri bank umum yang tumbuh lebih rendah, yakni 7,74 persen.
Berdasarkan Statistik Perbankan Indonesia yang dilansir Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bank daerah banyak mengucurkan kredit lapangan usaha di sektor perdagangan besar dan eceran yang sebesar Rp28,81 triliun. Disusul oleh sektor konstruksi Rp16,15 triliun dan pertanian Rp9,4 triliun.
Sementara, kredit non lapangan usaha mendominasi, yakni Rp106,08 triliun. Diikuti oleh kredit multiguna Rp106,86 triliun, serta kredit pemilikan rumah Rp22,92 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, dari sisi dana pihak ketiga (DPK), bank daerah tercatat menghimpun Rp452,72 triliun per April 2016 atau tumbuh tipis 1,60 persen. Pertumbuhan DPK yang kurang agresif ini lantaran bank daerah mulai melepas ketergantungan terhadap dana-dana pemerintah daerah.
BPD Jawa Tengah, misalnya. Belum lama ini, Supriyatno, Direktur Utama Bank Jateng menuturkan, porsi dana pemda terus terkikis. "Tahun lalu, dana pemda 45 persen dan dana non pemda 55 persen. Tahun ini, kami menuju 40 persen untuk dana pemda dan 60 persen dana non pemda," katanya.
Maklum, sambung dia, dana pemda umumnya ditempatkan di deposito. Sehingga, menjadi dana mahal bagi bank. "Kalau kami bergantung dengan dana mahal, sulit dong. Kami ingin mempertebal dana-dana murah masyarakat," imbuh Supriyatno.
Bambang Setiawan, Direktur Utama BPD DIY malah sudah lebih dulu menggemukkan dana masyarakat dan meninggalkan ketergantungan terhadap dana pemda. Saat ini, dana pemda yang dikantongi Bank DIY hanya berkisar 20 persen dari total DPK.
"Porsi dana pemda cuma 20 persen dari total DPK kami. Sedangkan, 80 persen lainnya berasal dari dana-dana korporasi dan ritel (masyarakat)," terang Bambang.
(bir)