Jakarta, CNN Indonesia -- Pengurus Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jakarta tadi pagi. Pengusaha meminta pemerintah membantu memperbaiki harga karet yang sejak awal 2016 lalu sudah menyentuh angka US$1 per kilogram (kg).
“Harga karet tertinggi pada 2011 sekitar US$5,3 per kg, namun di awal 2016 mengalami tekanan sampai mendekati US$1 per kg,” kata Moenardji Soedargo, Ketua Umum Gapkindo, Jumat (24/6).
Menurut Moenardji, asosiasi telah secara aktif meminta Kementerian Perdagangan dan kementerian terkait lainnya melakukan kerjasama multilateral dengan Thailand dan Malaysia membentuk
International Trade Rubber Consorsium (ITRC). Bentuk kerjasama ini salah satunya menahan ekspor dengan tujuan mendapatkan harga yang stabil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Gapkindo sudah empat kali menahan ekspor dengan biaya sendiri. Kami belum pernah mendapatkan dukungan pemerintah berupa dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau subsidi bunga dan lain sebagainya. Kami perlu itu agar motivasi para petani karet tidak surut,” ungkap Moenardji.
Insentif PPN
Terkait dengan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang mengizinkan kembali penarikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk hasil pertanian dan perkebunan, Gapkrindo meminta pemerintah untuk membantu. Terlebih, perkebunan karet banyak yang dikelola oleh petani kecil.
“Itu sungguh memberatkan petani di kondisi harga-harga komoditas yang tertekan, kami sampaikan ini kepada Presiden,” terang Moenardji.
Menurut Moenardji, sebetulnya produk pertanian itu tidak perlu kena PPN, kecuali setelah diolah oleh pabrik-pabrik pengolahan makanan atau pabrik pengolahan barang, barulah PPN bisa dikutip.
Untuk itu, lanjut Moenardji, Gapkrindo meminta pemerintah agar PPN hasil pertanian dan perkebunan tidak dipungut.
“Artinya PPN-nya tetap ada tapi tidak dipungut,” jelasnya.