Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) mempercepat penyesuaian tarif cukai hasil tembakau (CHT) di akhir tahun ini mendapat protes dari pelaku industri.
Masyarakat Industri Rokok Indonesia (FORMASI) Suhardjo menegaskan kondisi industri rokok saat ini sedang sulit. Terlebih setelah Kemenkeu mengeluarkan jurus panik, setelah target penerimaan cukai belum terpenuhi sampai pertengahan tahun ini.
Sampai akhir Juni 2016, setoran cukai ke kas negara anjlok 27,26 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu setelah hanya menyumbang Rp43,72 triliun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Realisasi itu masih jauh dari harapan karena baru 29,52 persen dari target Rp148,09 triliun yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara Perubahan (APBNP) 2016. Pemerintah menyebut rendahnya realisasi penerimaan cukai akibat merosotnya penerimaan CHT.
Pemerintah hanya berhasil mengantongi CHT sebesar Rp41,38 triliun atau 29,20 persen dari target Rp141,7 triliun dalam APBNP 2016. Angka ini turun 29,03 persen dari pencapaian periode yang sama tahun lalu, Rp58,30 triliun.
"Tapi kalau dinaikan lagi dalam satu atau dua bulan ini akan membuat daya beli masyarakat menurun," ujar Suhardjo, Senin (18/7).
Ia menambahkan, pertumbuhan industri untuk saat ini masih stagnan dan agak kendor. Kondisi ini merupakan dampak dari pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20 Tahun 2015 yang mewajibkan industri untuk membayarkan cukai di tahun berjalan.
"Efeknya di Januari setoran kosong," jelasnya.
Suhardjo menambahkan, volume produksi kalo secara grafik belum terpenuhi. Ia berharap agar pemerintah jangan terlalu menekan industri. "Kenaikan ini malah memperbanyak peredaran rokok ilegal," tegasnya.
Sebelumnya Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengungkapkan niatnya untuk mempercepat penyesuaian CHT untuk mengejar tambahan target penerimaan cukai hasil tembakau sebesar Rp1,79 triliun dalam APBNP 2016. Kebijakan serupa menurut Heru pernah dilakukan pada 2015 lalu, ketika pemerintah mengumumkan tarif baru pada Oktober 2015 dan mewajibkan perusahaan rokok menebus pita cukai rokok terbaru pada akhir tahun tersebut.
Namun, sampai saat ini belum jelas skema detil percepatan penyesuaian tarif cukai tembakau untuk tahun ini maupun dampaknya terhadap industri.
Tahun lalu, Pemerintah menaikkan cukai rata-rata 11,19 persen dengan kenaikan tertinggi di segmen Sigaret Putih Mesin sebesar 16,47 persen. Segmen Sigaret Kretek Mesin dan Sigaret Kreket Tangan (SKT) juga mengalami kenaikan bervariasi, dengan segmen SKT mendapat kenaikan paling rendah.
Kedepankan EkstensifikasiEkonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, untuk memenuhi target penerimaan cukai pemerintah bisa fokus pada ekstensifikasi.
Pasalnya, dalam ekstensifikasi pun banyak yang harus dibereskan seperti administrasi pengenaan cukai hingga apa saja yang harus dituju.
Bila fokus pada penambahan di industri hasil tembakau, tentu sangat sulit. Pasalnya industri ini menurut Enny sudah kecapaian mengejar target dari pemerintah.
"Awal mulanya karena PMK tahun lalu yang mewajibkan industri membayar 14 bulan untuk mencapai target, dan kondisi ini jadi terus-menerus terjadi untuk menutup kekosongan itu. Padahal kondisi industri kurang baik," jelasnya.
(gen)